Pencairan dana desa yang sempat tersendat kini harus segera digunakan desa. Pasalnya, pemerintah telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri tentang pencairan dana desa. SKB itu ditandatangani Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Jafar di Jakarta, Selasa (8/9).
Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi Marwan Jafar menagatakan, SKB tiga menteri akan menyederhanakan semua prosedur dana desa agar ringkas dan tidak berbelit-belit. “Saya ingin menyampaikan bahwa SKB tiga menteri tentang dana desa sudah selesai ditandatangani. Tidak ada alasan lagi bagi kabupaten atau kota untuk tidak menyalurkan dana desa ke rekening desa,” ujar Marwan, di Jakarta, Rabu (9/9).
Marwan menambahkan, SKB tiga menteri tentang Dana Desa sekaligus menekankan kepada desa-desa agar segera menggunakan dana desa itu untuk program desa. “Tidak ada alasan juga bagi desa-desa untuk tidak segera membelanjakan dana itu. Segera belanjakan dana desa dan jangan ragu-ragu karena justru kalua tidak dibelanjakan itu yang masalah,” tegasnya.
Menteri dari Pati, Jawa Tengah ini menegaskan bahwa pemerintah pusat sudah menata semua regulasi tentang dana desa. Saat ini proses dana desa tingga di kabupaten/kota serta di desa-desa. “Kondisi ini harus saya sampaikan kepada semua pihak supaya pemerintah pusat tidak disalahkan terus menerus. Dana desa prosesnya tinggal di kabupaten dan desa-desa,” tandasnya.
Ditanya tentang isi SKB tiga menteri itu, Menteri Marwan menjelaskan SKB mengatur tentang tata cara penyaluran dana desa yang lebih sederhana. Bahkan ketentuan syarat harus memiliki Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDes) bisa dipermudah bahkan ditiadakan.
“Dalam SKB itu diatur tata cara penggunaan dana desa. Adapun aturan mengenai RPJMDes dan RKPDes bisa menjadi tidak ada. Tinggal APBDes saja yang masih menjadi aturan dan itu tidak banyak. Cukup satu lembar saja sudah beres,” ungkap Marwan.
Mengenai ketentuan tentang syarat adanya Peraturan Bupati (Perbup) dalam pencairan dan penggunaan dana desa, Marwan menegaskan bahwa dalam SKB tiga menteri diatur bahwa ketentuan ini disederhanakan. Bahkan cukup berupa instruksi dari pusat maupun provinsi maka dana desa bisa digunakan.
“Mengenai Perbup dan Perwali itu kita sederhanakan juga menjadi direction langsung dari pusat dalam bentuk SKB tiga menteri. Bentuknya cukup dengan instruksi-instruksi saja,” tegas Marwan.
Apakah jika RPJMdes dan RPKDes dihapus tidak bertentangan dengan UU? Marwan mengingatkan bahwa aturan yang tertuamng dalam SKB ini dalam rangka mempercepat penggunaan dana desa supaya tidak bertele-tele. Jika prosedur yang bertele-tele dibiarkan, maka dana desa menjadi tidak terserap semuanya.
“Sekarang dalam proses yang hampir bersamaan, saya juga sedang membuat tim yang bekerja semalaman rapatkan sampai jam 12 malam. Kita membuat tim agar sesegara mungkin merivisi UU Desa. Tim ini sementara dari Kementerian Desa, kemudian akan berkoordinasi dengan kemenkumham untuk sesegeramungkin metrevisi UU Desa. Tujuannya supaya dana desa itu langsung dari APBN turun ke desa, tidak usah ke kabupaten/kota dulu,” tuntas Marwan.
Sumber : http://www.kemendesa.go.id/
- Home
- Sekilas Info -
- Tentang PNPM --
- Profil Kabupaten
- Profil Kecamatan --
- Kecamatan Makale ---
- Kecamatan Makale Utara
- Kecamatan Makale Selatan
- Kecamatan Sangalla'
- Kecamatan Sangalla' Utara
- Kecamatan Sangalla' Selatan
- Kecamatan Mengkendek
- Kecamatan Gandasil
- Kecamatan Rantetayo
- Kecamatan Rembon
- Kecamatan Saluputti
- Kecamatan Malimbong Balepe'
- Kecamatan Bittuang
- Kecamatan Kurra
- Kecamatan Rano
- Kecamatan Masanda
- Kecamatan Bonggakaradeng
- Kecamatan Simbuang
- Kecamatan Mappak
- Profil UPK --
- Kecamatan Makale ---
- Kecamatan Makale Utara
- Kecamatan Makale Selatan
- Kecamatan Sangalla'
- Kecamatan Sangalla' Utara
- Kecamatan Sangalla' Selatan
- Kecamatan Mengkendek
- Kecamatan Gandasil
- Kecamatan Rantetayo
- Kecamatan Rembon
- Kecamatan Saluputti
- Kecamatan Malimbong Balepe'
- Kecamatan Bittuang
- Kecamatan Kurra
- Kecamatan Rano
- Kecamatan Masanda
- Kecamatan Bonggakaradeng
- Kecamatan Simbuang
- Kecamatan Mappak
- Struktur Fasilitator --
- Fasilitator Kabupaten ---
- Fasilitator Kecamatan --
- Kecamatan Makale ---
- Kecamatan Makale Utara
- Kecamatan Makale Selatan
- Kecamatan Sangalla'
- Kecamatan Sangalla' Utara
- Kecamatan Sangalla' Selatan
- Kecamatan Mengkendek
- Kecamatan Gandasil
- Kecamatan Rantetayo
- Kecamatan Rembon
- Kecamatan Saluputti
- Kecamatan Malimbong Balepe'
- Kecamatan Bittuang
- Kecamatan Kurra
- Kecamatan Rano
- Kecamatan Masanda
- Kecamatan Bonggakaradeng
- Kecamatan Simbuang
- Kecamatan Mappak
- Pustaka
- Laporan -
- Aplikasi
- Gallery
- Peta --
- Peta Kabupaten ---
- Peta Kecamatan --
- Kecamatan Makale ---
- Kecamatan Makale Utara
- Kecamatan Makale Selatan
- Kecamatan Sangalla'
- Kecamatan Sangalla' Utara
- Kecamatan Sangalla' Selatan
- Kecamatan Mengkendek
- Kecamatan Gandasil
- Kecamatan Rantetayo
- Kecamatan Rembon
- Kecamatan Saluputti
- Kecamatan Malimbong Balepe'
- Kecamatan Bittuang
- Kecamatan Kurra
- Kecamatan Rano
- Kecamatan Masanda
- Kecamatan Bonggakaradeng
- Kecamatan Simbuang
- Kecamatan Mappak
- Contact Us
Kamis, 10 September 2015
CUKUP SELEMBAR KERTAS UNTUK CAIRKAN DANA DESA
READ MORE - CUKUP SELEMBAR KERTAS UNTUK CAIRKAN DANA DESA
Sabtu, 29 Agustus 2015
PENCAIRAN DANA DESA AKAN DIPERMUDAH
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Jafar akan segera menerbitkan surat edaran untuk mempermudah pencairan dana desa dari kabupaten ke tingkat-desa. Hal tersebut dilakukan Menteri Marwan melihat lambatnya proses pencairan dana desa dari Kabupaten ke desa.
"Minggu ini kita akan buat surat edaran agar tidak perlu yang ribet-ribet untuk penggunaan dana desa," ujar Menteri Marwan saat menghadiri acara dialog dengan para kepala dan pemerintah daerah di Griya Gubernur, Palembang, Sumatra Selatan dalam siaran pers, Jumat (28/8).
Dihadapan 13 pemerintah kabupaten dan 1 pemerintah kota, Marwan juga meminta kepada sekda provinsi untuk mengeluarkan instruksi agar penyaluran dana desa agar segera tersalurkan. "Bapak-bapak kepala desa secepat mungkin menggunakan dana desa itu, kalau toh masih belum tersalurkan, saya minta kepada sekda untuk memberikan instruksi agar segera disalurkan ke masing-masing desa," tandasnya.
Politikus PKB Tersebut mengajak semua pihak untuk bersama-sama membantu percepatan penyaluran dana desa. "Semua pihak harus menjadi satu, mulai bupatinya, gubernurnya, untuk mempercepat penyaluran dana desa."
Marwan mengingatkan agar para bupati tidak mempersulit aturan. Jika dalam proses pencairan dana desa masih dipersulit dengan rezim peraturan, maka penggunaan dana desa tidak akan terserap dengan baik. Kalau dana desa sudah bisa digunakan, alu lintas barang dan jasa bisa dimulai.
"Aktivitas ekonomi bisa kita mulai dari desa-desa. Dan sekali lagi saya meminta komitmen para kepala daerah untuk mempercepat proses penyaluran dana desa. Kalau bupati tidak menyalurkan dana itu, maka dia juga melanggar undang-undang. Oleh karena itu, harus segera disalurkan," kata Marwan.
Menurut dia, hingga saat ini, baru 20 persen dana desa yang tersalurkan ke desa-desa. Karena itu, ia meminta semua syarat administratif supaya dipersingkat. "Agar syarat-syaratnya tidak berbelit lagi dan bisa segera digunakan," ujarnya.
Sumber : http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/08/29/nttvhd334-pencairan-dana-desa-akan-dipermudah
READ MORE - PENCAIRAN DANA DESA AKAN DIPERMUDAH
Kamis, 20 Agustus 2015
Tiga Koruptor Dana PNPM Dijebloskan ke Rutan
Penanganan kasus tindak pidana korupsi dana usaha ekonomi produktif (UEP) melalui program simpan pinjam PNPM Desa Maribaya, Kecamatan Karanganyar, akhirnya mencapai antiklimaks.</br>
Pada Kamis (13/8) siang kemarin, ketiga terpidana yang sudah ditetapkan Pengadilan Tipikor Semarang, mulai merasakan rutan Purbalingga untuk menjalani masa hukuman pidana.
Ketiga terpidana itu menjadi tahanan di rutan Purbalingga atas nama Ketua Kelompok Lestari, W (46); Ketua Kelompok Warga Sejahtera, SF (55); dan Ketua Kelompok Manggarsari, AM (43), warga Desa Maribaya.
Mereka awalnya disangka menggunakan proposal fiktif dana SPP. Rangkaian penahanan itu merupakan kegiatan eksekusi melalui Kejaksaan Negeri Purbalingga.
Pada hari yang sama, Kejari Purbalingga juga menyerahkan uang yang dikembalikan terpidana ke negara melalui Unit Pelaksana Kegiatan (UPK) PNPM Kecamatan Karanganyar serta mengembalikan sisa perhitungan pengembalian uang ke terpidana SF dan AM.
Kajari Purbalingga, Tongging Banjar Nahor mengatakan, ketiga terpidana menjalani hukuman di Rutan Purbalingga karena dalam putusan sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang 23 Juni lalu, tidak menyebutkan para terpidana itu dimasukkan di LP Kedungpane Semarang.
“Tidak ada dalam amar putusan (dipenjara di Kedungpane, Red.). Karena itu, ketiganya dieksekusi di rutan di wilayah hukum Purbalingga,” paparnya.
Tertuang dalam putusan, ketiga terpidana dijatuhi hukuman penjara 1 tahun dan denda Rp 50 juta atau 1 bulan penjara karena terbukti melanggar Pasal 3 jo 18 ayat 1 huruf b, ayat 2, ayat 3 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tetang perubahan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi jo Pasal 64 KUHP.
Terpidana SF dan AM menjalani hukuman 1 tahun 1 bulan karena mereka mengembalikan kerugian negara. Sedangkan terpidana W tidak mengembalikan kerugian negara Rp 125 juta lebih sehingga dikenakan pidana pengganti 3 bulan, jadi ia harus menjalani hukuman 1 tahun empat bulan.
Pada saat yang sama, kejaksaan mengembalikan barang bukti uang negara yang diselewengkan terpidana kepada UPK PNPM Kecamatan Karanganyar sebesar Rp 159 juta lebih. Kejaksaan juga mengembalikan sisa perhitungan kerugian negara ke tersangka SF sebesar Rp 13,5 juta lebih dan kepada AM sebesar Rp 12,4 juta lebih.
Sisa ini merupakan perhitungan yang tidak pas yang dilakukan oleh Inspektorat Purbalingga saat menghitung jumlah kerugian negara terhadap terpidana. Para terpidana mengaku menerima hasil putusan tersebut dan tidak akan melakukan banding. "Kami menerimanya dan siap menjalani hukuman," kata terpidana AM diamini SF dan W.
Ketua UPK PNPM Kecamatan Karanganyar, Sukmodriyo mengatakan, pihaknya sedikit lega karena dana tersebut sudah kembali. Sebelumnya ia menduga jika dana SPP diselewengkan setelah angsuran tersendat.
Pihaknya juga sudah melakukan upaya mendapatkan uang itu dari terpidana sesuai mekanisme, mulai dari teguran lisan, tulisan maupun musyawarah dengan memberikan batas waktu. Namun langkahnya tidak mendapatkan respon yang diinginkan dan tetap diabaikan.
“Kami sudah berencana menempuh jalur hukum. Namun belum sempat melangkah, sudah ada kejaksaan yang turun ke lapangan,” ungkapnya.
Seperti diketahui, ketiga terpidana sebelumnya diduga menggunakan proposal fiktif untuk mencairkan pinjaman dari program SPP 2011 di Desa Maribaya.
Tetapi nama-nama anggota dalam kelompok SPP itu sebenarnya tidak ada. Rata-rata pinjaman anggota yang diusulkan fiktif itu Rp 3 juta. Dari hasil pengembangan, data di lapangan, kerugian negara mencapai hampir Rp 400 juta
Sumber : http://m.jpnn.com/read/2015/08/14/320395/news.php?id=320395&page=2
READ MORE - Tiga Koruptor Dana PNPM Dijebloskan ke Rutan
Rabu, 15 Juli 2015
PANDUAN TERBARU PENGAKHIRAN PNPM (13 JULI 2015)
Silahkan Klik DISINI untuk mendapatkan panduan terbaru tentang pengakhiran PNPM
READ MORE - PANDUAN TERBARU PENGAKHIRAN PNPM (13 JULI 2015)
Senin, 13 Juli 2015
Menggagas Legalitas Pengelolaan Dana Bergulir PNPM Mandiri Perdesaan Paska Program
1. Pendahuluan
READ MORE - Menggagas Legalitas Pengelolaan Dana Bergulir PNPM Mandiri Perdesaan Paska Program
Perjalanan panjang program pemberdayaan masyarakat yang digulirkan pemerintah dengan nama PPK yang dilakukan sejak tahun 1988 sampai dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM Mandiri Perdesaan), telah mewariskan tiga hal yang sangat berharga yakni; Sistem, Kelembagaan dan Asset. Sistem yang diimplementasikan program PNPM Mandiri Perdesaan, diakui sebagai sebuah model yang baik oleh berbagai pihak, begitu pula menyangkut keberadaan kelembagaan lokal bentukan program (TPK, TPU, TP3, BKAD, UPK, Tim Verifikasi, BP-UPK,dll) serta lahirnya kader-kader pelaku pemberdayaan (KPMD, Kader Teknik, Pendamping Lokal, Tim Monitoring dll) dipandang telah mampu mendorong partisipasi masyarakat secara aktif serta mampu mentransformasikan model pemberdayaan dan mentransfer pengetahuan kepada Masyarakat.
Dampak open menu pilihan kegiatan oleh masyarakat telah melahirkan sejumlah asset yang sangat berharga berupa asset sarana prasarana yang dibangun, asset sumberdaya manusia pelaku PNPM Mandiri Perdesaan, asset sumberdaya masyarakat yang dilatih dan telah dikuatkan kapasitasnya, serta asset modal usaha dana bergulir dalam skema UEP maupun SPP yang sangat besar dimana saat ini asset gabungan UEP dan SPP seluruh Indonesia mencapai 10,5 triliun rupiah lebih (Status 31 Desember 2014).
Seiring dengan berakhirnya pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan di tahun 2014, kesadaran akan pentingnya pelestarian hasil program (Sistem, Kelembagaan, Asset), alih kelola, kejelasan atas status kepemilikan asset dan pengembangan model pengelolaan kedepan menjadi sebuah kebutuhan yang sangat mendesak dan menjadi issue strategis. Terkait pentingnya aspek-aspek tersebut diatas, maka ada3 (tiga) unsur yang harus terlibat dalam persoalan ini yakni, Masyarakat itu sendiri, Lembaga-lembaga yang menerima mandat mengelola asset dan Pemerintahan Lokal. Peran Pemerintah Lokal sangat strategis dalam menjalankan fungsi pembinaan dan penerbitan payung/badan hukum dalam bentuk regulasi yang menjamin pelestarian dan pengembangan.
Dalam kaitan pelestarian dan pemanfaatan permodalan masyarakat melalui PNPM MPd selaras dengan perwujudan dua Visi Nawa Cita ( 9 agenda prioritas pembangunan ) Kabinet Kerja Jokowi-JK yaitu Visi Ketiga Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan dan Visi Ketujuh yaitu mewujudkan kemandirian ekonomi dengan jalan menggerakkan sektor-sektor ekonomi domestik strategis khususnya pada lokasi perdesaan membutuhkan perangkat kebijakan lanjutan program.
1. Pentingnya Pelestarian Asset Hasil PNPM-MPd
Pengelolaan kegiatan PNPM-MPd harus dijamin dapat memberikan manfaat kepada masyarakat secara berkelanjutan (sustainable). Disamping manfaat dari hasil kegiatan, maka aspek pemberdayaan, system dan proses perencanaan, aspek good governance, serta prinsip-prinsip PNPM-MPd harus mampu memberi dampak perubahan positif dan berkelanjutan bagi masyarakat. Untuk dapat mencapai hal itu maka semua pelaku PNPM-MPd di masing-masing tingkatan harus mengetahui dan mampu memahami latar belakang dan dasar pemikiran, prinsip-prinsip, kebijakan, prosedur, dan mekanisme PNPM-MPd secara benar.
Hasil-hasil kegiatan PNPM-MPd yang berupa prasarana, modal usaha ekonomi produktif, simpan pinjam, kegiatan bidang pendidikan dan kesehatan, merupakan asset bagi masyarakat yang harus dipelihara, dikembangkan dan dilestarikan. Pelestarian kegiatan merupakan tahapan pasca pelaksanaan yang dikelola dan merupakan tanggung jawab masyarakat. Namun demikian dalam melakukan tahapan pelestarian, masyarakat tetap berdasarkan atas prinsip PNPM-MPd. Hasil yang diharapkan dari upaya pelestarian kegiatan adalah :
1. Kelanjutan proses dan penerapan prinsip-prinsip PNPM-MPd dalam pelaksanaan pembangunan;
2. Menjamin berfungsinya secara berkelanjutan prasarana/sarana yang telah dibangun, kegiatan yang menunjang kualitas hidup masyarakat di bidang pendidikan, kesehatan, serta pengembangan kegiatan usaha ekonomi produktif dan simpan pinjam dengan kemampuan masyarakat sendiri;
3. Tersedianya dana bergulir dan kelembagaan keuangan yang mudah dijangkau oleh masyarakat, khususnya masyarakat miskin;
4. Menjamin kelanjutan sistem dan mekanisme pengelolaan dana masyarakat;
5. Meningkatkan berfungsinya kelembagaan masyarakat di desa dan kecamatan dalam pengelolaan program;
6. Menumbuhkan dan meningkatkan rasa memiliki masyarakat terhadap hasil kegiatan yang telah dilaksanakan.
Dasar-dasar dalam rangka mewujudkan pelestarian kegiatan dana bergulir adalah :
1. Adanya dana kegiatan SPP yang produktif dan bertambah jumlahnya untuk penyediaan kebutuhan pendanaan masyarakat miskin;
2. Adanya pelestarian prinsip PNPM Mandiri – Perdesaan terutama keberpihakan kepada orang miskin dan transparansi;
3. Penguatan kelembagaan baik dalam aspek permodalan ataupun kelembagaan kelompok;
4. Pengembangan layanan kepada masyarakat;
5. Pengembangan permodalan.
1. Penyelamatan Asset Dana Bergulir Hasil PNPM-MPd
Yang dimaksud dengan penyelamatan asset dana bergulir hasil PNPM Mandiri Perdesaan adalah bagaimana pengelolaan dana bergulir tidak meninggalkan ruh, semangat, esensi dan ghirah pemberdayaan masyarakat, terus bermanfaat bagi masyarakat (terutama masyarakat miskin), dan modalnya berkembang. Dengan berakhirnya PNPM-MPd maka payung program selama ini melalui PTO dan SK Bupati (per tahun anggaran) menjadi tidak ada lagi sehingga kelembagaan pengelolaan dana bergulir harus dicarikan “chantolan” hukumnya. Untuk itu perlu kejelasan tentang status kepemilikan asset, kelembagaan dan pilihan payung hukum atau badan hukum yang tepat.
1. Status Kepemilikan Asset
Asset dana bergulir PNPM Mandiri Perdesaan merupakan dana Bansos dari Pemerintah Pusat/APBN melalui DIPA Urusan Bersama (UB) Pemerintah Kabupaten. Sebagai dana Bansos maka dana bergulir PNPM-MPd sudah menjadi milik penerima hibah, dalam hal ini masyarakat kecamatan penerima bantuan. Isue yang berkembang bahwa Pemerintah akan menarik dana bergulir ini adalah tidak benar dan tidak memungkinkan.
2. Status Kelembagaan
Menggagas format kelembagaan dana bergulir PNPM-MPd tidak bisa lepas dari struktur kelembagaan antar desa itu sendiri yang selama ini sudah berjalan di program. Kebijakan kelembagaan dalam PNPM-MPd terhadap BKAD merupakan kelembagaan tertinggi dalam pelaksanaan yang berfungsi sebagai representasi kepemilikan asset. Forum MAD merupakan forum tertinggi dalam pengambilan keputusan yang bersifat politis atau kebijakan local dalam pelaksanaan PNPM-MPd.
Dengan adanya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa maka penyebutan BKAD dalam UU tersebut (Pasal 92 ayat 3 dan 6, Penjelasan Pasal 87 ayat 1) mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sesuai perundangan yang ada, UPK sebagai pelaksana mandat BKAD dalam pengelolaan dana bergulir maka secara otomatis telah mempunyai payung hukum yang kuat. BKAD secara kelembagaan program telah mempunyai legitimasi dari masyarakat melalui MAD sehingga BKAD telah mempunyai legalitas dan legitimasi dalam pengelolaan program.
Berdasarkan hal tersebut, perlu langkah fasilitasi restrukturisasi BKAD agar sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku dengan cara:
- Memastikan isi peraturan bersama Kepala Desa tentang kerjasama antar Desa dan pembentukan BKAD memuat ketentuan tentang kepemilikan bersama permodalan masyarakat, kegiatan permodalan masyarakat, dan pengelola permodalan masyarakat;
- Memastikan pembentukan Badan Kerjasama Antar Desa telah dituangkan dalam Peraturan Bersama Kepala Desa yang memuat ruang lingkup kerjasama, bidang kerjasama, tata cara dan ketentuan pelaksanaan kerjasama, mekanisme pengambilan keputusan, jangka waktu, hak dan kewajiban, pendanaan, penyelesaian perselisihan,jenis, jumlah asset yang dikerjasamakan;
- Memastikan bahwa desa-desa yang melakukan kerjasama dalam musyawarah antar desa telah memenuhi unsur keterwakilan masyarakat desa yang melakukan kerjasama yang terdiri dari pemerintah Desa, anggota BPD, lembaga kemasyarakatan, lembaga lain yang ada di Desa dan tokoh masyarakat dengan mempertimbangkan keterwakilan perempuan yang diputuskan dalam Musyawarah Desa serta disahkan dengan Surat Keputusan Kepala Desa;
- Memastikan bahwa Peraturan Bersama Kepala Desa yang disepakati dalam MAD telah diratifikasi oleh masing-masing desa yang melakukan kerjasama melalui Peraturan Desa dan mengundangkannya dalam Berita Desa masing-masing;
- Kesepakatan kerjasama beserta AD/ART BKAD dikuatkan melalui akta atau legalisasi notaris dan didaftarkan di pengadilan negeri setempat;
- Memastikan pemberian mandat BKAD melalui MAD kepada lembaga/unittelah dituangkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
- Memastikan tata kelola organisasi dan pengelolaan permodalan masyarakatyang tertuang dalam standar operasional dan prosedur (SOP) telah mengacu pada Penjelasan PTO T.A 2014; 3. Payung Hukum atau Badan Hukum Dalam rangka meningkatkan akses pendanaan masyarakat miskin, dalam praktik tumbuh dan berkembanglah lembaga keuangan mikro yang belum berbadan hukum, baik yang didirikan oleh masyarakat maupun terkait dengan program pemerintah. Permodalan dari LKM yang didirikan terkait dengan program pemerintah (termasuk pemda) berasal dari APBN dan/atau APBD dalam bentuk : 1. Penyertaan Modal Penyertaan Modal Pemerintah Daerah merupakan salah satu bentuk investasi (Investasi langsung) oleh Pemerintah Daerah yang digunakan untuk membiayai kegiatan usaha. 2. Hibah / Bantuan Sosial Hibah/Bansos merupakan bantuan berupa uang, barang, dan / jasa yang berasal dari Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah yang tidak mengikat. Kebingungan para pelaku terhadap bagaimana pengelolaan dana bergulir hasil PNPM-MPd paska program disebabkan adanya UU baru dan beberapa surat edaran, antara lain :
- UU No.1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang mengatur pengelolaan dana bergulir non bank;
- Surat Kemenkokesra tanggal 31 Januari 2014 yang “mengharuskan” pengelola dana bergulir PNPM Mandiri membentuk badan hukum dengan pilihan Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi atau Perkumpulan Berbadan Hukum (PBH);
- UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa yang mengatur tentang hak asal usul desa termasuk didalamnya kepemilikan asset dana bergulir masyarakat diatasnamakan sebagai asset Desa;
- Statemen Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi di beberapa media tentang rencana Pemerintah akan menarik asset dana bergulir PNPM-MPd. Walau statemen ini kemudian dianulir namun sempat membuat heboh para pelaku PNPM-MPd. Terlepas dari hiruk pikuk pembahasan tentang pemilihan badan hukum pengelolaan dana bergulir paska program, ada dua pertimbangan utama yang harus menjadi perhatian, yaitu apa perbedaan mendasar dan apa yang harus dipertahankan. Perbedaan mendasar menyangkut pola kepemilikan usaha dan pemanfaatannya, pola pengelolaan, perolehan sumber modal, pola pengambilan keputusan, penggunaan dan pengelolaan jasa usaha, dan segmen pasar. Dari perbedaan mendasar bentuk badan hukum tersebut maka yang dipilih adalah yang roh/prinsip PNPM-MPd masih tetap bisa dipertahankan. Apa itu prinsip/roh PNPM-MPd yang harus tetap dipertanahankan? Transparansi, akuntabilitas, pengambilan keputusan oleh masyarakat, keberpihakan kepada orang miskin, dll. Mengacu kepada beberapa perbandingan dan aspek-aspek yang dikaji antara pola aktifitas pelayanan dan pengelolaan kegiatan pengelolaan dana bergulir oleh UPK dan ketentuan-ketentuan tentang LKM sebagamana Undang-undang nomor 1 Tahun 2013 tentang LKM dan UU No.6 tahun 2014 tentang Desa, maka alternative pengelolaan dana bergulir paska PNPM-MPd sebagai berikut : 1. Apa adanya seperti sekarang Idealnya memang pengelolaan dana bergulir hasil PNPM-MPd paska program dikelola seperti apa adanya yang sudah berjalan selama ini. Namun hal seperti itu tidak memungkinkan mengingat paska program regulasi selama ini yang memayungi (Surat Edaran Kemendagri, PTO) secara formal sudah tidak berlaku lagi. Bisa saja kemudian dilakukan upaya pengusulan regulasi baru (baca : Undang-Undang) khusus tentang pengelolaan dana bergulir hasil PNPM-MPd. Namun penerbitan undang-undang baru bukanlah hal yang mudah, memerlukan waktu lama dan biaya yang tidak sedikit. Apalagi saat ini sudah ada UU No.1 Th. 2013 tentang LKM yang mengatur tentang dana bergulir non bank secara umum. Sebagai gambaran, RUU tentang LKM memerlukan waktu lebih dari 10 tahun sampai menjadi UU. 1. Judicial Review UU LKM Dalam UU No.1 Tahun 2013 tentang LKM disebutkan tentang perlakuan khusus terhadap 2 (dua) model pengelolaan dana bergulir yang ada di masyarakat yang bebas dari ketentuan UU LKM ini, artinya tetap bisa berjalan tanpa harus terikat dengan ketentuan harus berbadan hukum. Dua lembaga pengelola dana bergulir dimaksud adalah Lumbung Pitih Nagari di Sumatera Barat dan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali. Sangat disayangkan kenapa saat pembahasan RUU LKM dulu tidak ada advokasi dari para pelaku PNPM-MPd Pusat sehingga UPK bisa masuk juga sebagai lembaga pengelola dana bergulir yang di-“istimewakan” seperti Lumbung Pitih Nagari dan LPD, toh UPK ada di seluruh desa dan mengelola dana yang sangat besar. Upaya yang memungkinkan saat ini namun peluang berhasilnya kecil adalah mengajukan judicial review terhadap UU No.1 Tahun 2013 tentang LKM ke Mahkamah dengan tuntutan agar memasukkan UPK menjadi salah satu lembaga pengelola dana bergulir khusus seperti Lumbung Pitih Nagari dan LPD. Kenapa peluang berhasilnya kecil? Karena Lumbung Pitih Nagari dan LPD dijalankan berdasarkan adat sedangkan UPK tidak. 1. BUMDesa Bersama (BUMADes) Pengelolaan dana bergulir hasil PNPM-MPd diwadahi dalam kerangka kerjasama antar desa. Walaupun selama ini dana PNPM-MPd disebutkan sebagai milik masyarakat se kecamatan namun karena masyarakat bukan subyek hukum maka Pemerintah Desa bertindak atas nama masyarakat sebagai subyek hukum dalam kerjasama antar desa ini yang dituangkan dalam Peraturan Bersama Kepala Desa. UU Desa (Pasal 92) memberikan ruang bahwa desa dapat bekerjasama dengan desa lainnya atau pihak ketiga. Kerja sama antar desa tersebut meliputi, pengembangan usaha bersama yang dimiliki desa, kemasyarakatan dan pelayanan, keamanan dan ketertiban. Pengambilan keputusan tentang pelaksanaan kerjasama antar desa dilakukan dalam forum Musyawarah Antar Desa (MAD). Pelaksana kerjasama antar desa adalah Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) yang dibentuk melalui Peraturan Bersama Kepala Desa. Dalam menjalankan kerjasama dimaksud, BKAD dapat membentuk kelompok/lembaga sesuai kebutuhan untuk menjalankan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, seperti pengelolaan dana bergulir. Untuk itu, dana bergulir tersebut, dibagi secara merata kepada seluruh desa dalam satu wilayah kecamatan, dengan ketentuan bahwa pembagian dimaksud hanya untuk keperluan pencatatan sebagai aset/milik desa. Dengan demikian, tidak ada proses pembagian dana secara fisik, atau tidak ada proses transfer dana dari rekening UPK ke desa. Dana bergulir yang telah dicatatkan sebagai aset desa, wajib diserahkan pengelolaannya kepada Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) melalui Berita Acara oleh setiap desa. Dalam rangka pengembangan usaha antar desa, dana bergulir dapat dijadikan modal untuk pembentukan BUM Desa dan atau BUM Antar Desa yang merupakan milik desa-desa dalam satu wilayah kecamatan. Sesuai Peraturan Menteri Desa No.4 Tahun 2015, BUM Desa dapat membentuk unit usaha meliputi : (1) Perseroan Terbatas sebagai persekutuan modal, dibentuk berdasarkan perjanjian, dan melakukan kegiatan usaha dengan modal yang sebagian besar dimiliki oleh BUM Desa, sesuai dengan peraturan perundang- undangan tentang Perseroan Terbatas; dan (2) Lembaga Keuangan Mikro dengan andil BUM Desa sebesar 60 (enam puluh) persen, sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang lembaga keuangan mikro. 1. Penutup Langkah pertama yang harus dilakukan kelembagaan adalah melakukan inventarisasi asset untuk memperjelas status dan keberadaan asset dana bergulir hasil PNPM-MPd. Langkah berikutnya adalah memperjelas status kelembagaan dan status pengelolaan dana bergulirnya secara hukum. Langkah ini perlu dilakukan secara hati-hati dan mempertimbangkan ruh, semangat, esensi dan ghirah pemberdayaan masyarakat yang dipraktekkan PNPM-MPd selama ini.Peran pemerintah menjadi sangat penting untuk memfasilitasi langkah-langkah tersebut. *Ir. Idee Sasongko, mantan Korprov PNPM Mandiri Perdesaan Prov DIY (2010-2013) dan Jateng (2014). Saat ini sebagai Sekjen DPP Himpunan Ahliteknik dan Pemberdayaan Masyarakat Indonesia (HAPMI) dan Ketua II Lembaga Pengembangan Masyarakat (LPM) Cahaya Bina Persada di Kab. Kulon Progo. Referensi : 1. UU Nomor 1 Tahun 2013 tentang LKM; 2. UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Koperasi; 3. UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan turunannya.
Selasa, 26 Mei 2015
Rabu, 25 Februari 2015
Penyandang Cacatpun Nikmati Surplus UPK Makale Utara
Penyandang Cacat, Agustina (16 thn) Kelurahan Sarira |
Ketua UPK Kec. Makale Utara, Ruth Y. Padang, mengatakan dari besaran bunga yang berhasil didapat, pihaknya menyisahkan dana untuk bantuan sosial bagi penyandang cacat yang berada di Kecamatan Makale Utara. ''Pencatatan dan pendataan terhadap para penyandang cacat ini kita lakukan bersama dengan aparat Pemerintah Desa dibantu kader pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) yang ada dimasing-masing Desa, serta para pelaku kecamatan ,'' jelasnya.
Helena (29 thn) |
''Bantuan ini jangan dilihat dari jumlah besarannya akan tetapi dilihat dari wujud kepedulian UPK itu sendiri dimana program ini, pelaksanaanya direncanakan oleh masyarakat, dilaksanakan oleh masyarakat dan diawasi langsung oleh masyarakat,'' papar Ruth.
Di tempat yang sama Ketua BPUPK Kec. Makale Utara Sande Rupang menyampaikan apresiasinya kepada Pengurus UPK Kec. Makale Utara yang dikomandani oleh Ruth Y. Padang, sebagai Ketua, Rini Demmanaba sebagai Bendahara, dan Herman Pabuba sebagai Sekretaris atas pengelolaannya terhadap dana bergulir sehingga dapat menghasilkan surplus yang juga dapat dinikmati oleh penyandang cacat.
Ira (26 thn) |
Penyaluran dana sosial bagi penyandang cacat di wilayah Kecamatan Makale Utara Hari I dilaksanakan hari ini, Rabu, 25 Februari 2015 di 2 Kelurahan, yakni kelurahan Sarira dan Kelurahan Lemo.
Penyaluran hari I ini dihadiri oleh Ketua BPUPK Sanda Rupang, Pengurus BKAD, Ludya Ronda dan Tim Verifikasi Perguliran Herniaty Allobua. (Fuad .A)
Jumat, 30 Januari 2015
Puan : Pendamping PNPM dioptimalkan dalam Pembangunan Desa
Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan
Maharani mengatakan pendamping profesional yang selama ini berpengalaman
mendampingi masyarakat dalam program PNPM Mandiri akan dioptimalkan
kembali dalam program pembangunan desa.
“Pembangunan di desa memerlukan pendampingan,” kata Puan Maharani di Jakarta, Jumat.
Dia menjelaskan, sebagaimana diamanatkan dalam UU Desa maka dalam pembangunan di desa diperlukan pendampingan untuk mengawal perencanaan, monitoring dan pelaporan pengelolaan dana desa agar transparan, akuntabel dan efisien.
“Khusus dalam konteks pendampingan ini dapat mengoptimalkan kembali para pendamping profesional yang selama ini telah berpengalaman mendampingi masyarakat dalam program pemberdayaan masyarakat,” tuturnya.
Dia menambahkan, pembangunan dengan menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat telah diakui berhasil, antara lain program pemberdayaan seperti PNPM.
“Melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat, masyarakat merasa dianggap karena dilibatkan,” ucapnya.
Selain itu pendekatan pemberdayaan berhasil dilaksanakan karena mempunyai pilar-pilar atau subsistem yang membentuk sistem pemberdayaan masyarakat.
“Pilar-pilar penting pemberdayaan masyarakat tersebut meliputi integrasi perencanaan, keberlanjutan pendampingan, penguatan kelembagaan masyarakat, penguatan peran Pemda dan perlunya tata kelola yang baik,” ujarnya.
Sementara itu, secara keprograman PNPM Mandiri sesuai tahapannya berakhir pada tahun 2014.
“Namun demikian, prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat dan pengalaman baik selama ini telah ditransformasikan dalam Undang-undang Desa beserta Peraturan Pemerintah Nomor 43 dan 60 Tahun 2014, terutama dalam pengelolaan Dana Desa dan Pembangunan Desa,” katanya.
Sumber : http://metrobali.com/2015/01/30/puan-pendamping-pnpm-dioptimalkan-dalam-pembangunan-desa/
READ MORE - Puan : Pendamping PNPM dioptimalkan dalam Pembangunan Desa
“Pembangunan di desa memerlukan pendampingan,” kata Puan Maharani di Jakarta, Jumat.
Dia menjelaskan, sebagaimana diamanatkan dalam UU Desa maka dalam pembangunan di desa diperlukan pendampingan untuk mengawal perencanaan, monitoring dan pelaporan pengelolaan dana desa agar transparan, akuntabel dan efisien.
“Khusus dalam konteks pendampingan ini dapat mengoptimalkan kembali para pendamping profesional yang selama ini telah berpengalaman mendampingi masyarakat dalam program pemberdayaan masyarakat,” tuturnya.
Dia menambahkan, pembangunan dengan menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat telah diakui berhasil, antara lain program pemberdayaan seperti PNPM.
“Melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat, masyarakat merasa dianggap karena dilibatkan,” ucapnya.
Selain itu pendekatan pemberdayaan berhasil dilaksanakan karena mempunyai pilar-pilar atau subsistem yang membentuk sistem pemberdayaan masyarakat.
“Pilar-pilar penting pemberdayaan masyarakat tersebut meliputi integrasi perencanaan, keberlanjutan pendampingan, penguatan kelembagaan masyarakat, penguatan peran Pemda dan perlunya tata kelola yang baik,” ujarnya.
Sementara itu, secara keprograman PNPM Mandiri sesuai tahapannya berakhir pada tahun 2014.
“Namun demikian, prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat dan pengalaman baik selama ini telah ditransformasikan dalam Undang-undang Desa beserta Peraturan Pemerintah Nomor 43 dan 60 Tahun 2014, terutama dalam pengelolaan Dana Desa dan Pembangunan Desa,” katanya.
Sumber : http://metrobali.com/2015/01/30/puan-pendamping-pnpm-dioptimalkan-dalam-pembangunan-desa/
Kamis, 29 Januari 2015
Budiman Sudjatmiko Kritik Pemerintah Terkait Pemberhentian Petugas PNPM Mandiri
Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Budiman Sudjatmiko mengatakan,
pemutusan kontrak tenaga fasilitator dan konsultan program nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM MPd) telah menimbulkan
permasalahan yang berdampak pada pelaksanaan PNPM MPd Tahun Anggaran
(TA) 2014.
Sebelumnya, pemerintahan Jokowi-JK memutuskan kontrak tenaga asilitator dan konsultan program PNPM MPd di tingkat Kecamatan, Kabupaten, Provinsi dan Pusat per tanggal 31 Desember 2014.
Padahal pendekatan pembangunan yang berbasis swakelola masyarakat terpaku pada siklus anggaran, yaitu 15 Desember batas akhir pencairan dana dari KPPN dan tiga bulan berikutnya batas akhir penyelesaian pekerjaan. Pemerintah sendiri, berkaitan dengan pelaksanaan PNPM MPd TA 2014 telah disediakan dalam DIPA TA 2015 di Kementrian Dalam Negeri.
Menurut Budiman dalam katerangannya kepada redaksi (Minggu, 4/1), tidak dilanjutkannya pendampingan PNPM MPd TA 2014 akan menimbulkan enam dampak, yaitu:
Pertama, akuntabilitas dan transparansi pertanggungjawaban uang negara yang diserahkan langsung kepada masyarakat desa dengan batas akhir Per April 2015,
Kedua, per Desember 2014 masih terdapat Rp 1 triliun lebih yang telah cair dari KPPN masih di rekening Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Kecamatan belum diserahkan kepada masyarakat desa.
Ketiga, masih ada 1/3 lebih pelaksanaan PNPM MPd yang belum diserahterimakan kepada masyarakat desa dalam Musyawarah Desa Serah Terima (MDST).
Keempat, terdapat 16 ribu fasilitator/konsultan di tingkat Kecamatan, Kabupaten dan Pusat per 1 Januari 2015 tidak mempunyai kewenangan lagi untuk fasilitasi kelanjutan penyelesaian pekerjaan PNPM MPd sehingga pelaksanaan PNPM MPd dalam kondisi status quo.
Kelima, pemutusan hubungan fasilitator/konsultan ternyata juga diikuti masa berakhirnya Satuan Kerja (Satker) PNPM MPd di tingkat Kabupaten, Provinsi dan Nasional. Akibatnya, program ini harus dikendalikan langsung oleh Bupati/Walikota.
Keenam, secara keseluruhan, dengan kevakuman pelaksanaan PNPM MPd berpotensi pertanggungjawaban keuangan negara program PNPM MPd akan mempunyai masalah hukum di kemudian hari (tidak dapat dipertanggungjawabkan).
Melihat permasalahan tersebut, Budiman mengharapkan dan menghimbau agar pemerintah melakukan tujuh hal, yaitu;
Pertama, Kementrian Dalam Negeri segera melakukan mobilisasi fasilitator/konsultan untuk menyelesaikan pekerjaan PNPM MPd sampai April 2015.
Kedua, membentuk Satuan Kerja (Satker) Kabupaten, Provinsi dan Pusat atau Tim Kerja penyelesaian PNPM MPd TA 2014 agar program tersebut dapat dijalankan sampai batas akhir yang telah ditentukan.
Ketiga, memastikan DIPA untuk kegiatan PNPM MPd TA 2015 di Kementrian Dalam Negeri dapat dipergunakan untuk memobilisai fasilitator/konsultan dan satker PNPM MPd.
Keempat, pada kondisi kevakuman/status quo PNPM MPd agar Bupati/Walikota agar melakukan pengendalian pelaksanaan PNPM MPd di lokasi tugasnya.
Kelima, penyelesaian kegiatan PNPM MPd TA 2014 juga perlu dirumuskan serta dipastikan adanya kebijakan dan strategi pelestarian dan pemanfaatan hasil kegiatan PNPM MPd di tingkat masyarakat desa.
Keenam, menkoordinasikan Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian Desa, PDT dan Transmigrasi agar kegiatan penyelesaian PNPM MPd TA 2014 juga menjadi bagian dari transformasi pendampingan persiapan perencanaan/ persipan pelaksanaan UU Desa di TA 2015.
Ketujuh, peningkatan kapasitas para fasilitator/konsultan eks PNPM dengan beberapa penyesuaian metode/cara kerjanya yang dibutuhkan untuk pendampingan pelaksanaan UU No 6/2014 tentang Desa.
Sebelumnya, pemerintahan Jokowi-JK memutuskan kontrak tenaga asilitator dan konsultan program PNPM MPd di tingkat Kecamatan, Kabupaten, Provinsi dan Pusat per tanggal 31 Desember 2014.
Padahal pendekatan pembangunan yang berbasis swakelola masyarakat terpaku pada siklus anggaran, yaitu 15 Desember batas akhir pencairan dana dari KPPN dan tiga bulan berikutnya batas akhir penyelesaian pekerjaan. Pemerintah sendiri, berkaitan dengan pelaksanaan PNPM MPd TA 2014 telah disediakan dalam DIPA TA 2015 di Kementrian Dalam Negeri.
Menurut Budiman dalam katerangannya kepada redaksi (Minggu, 4/1), tidak dilanjutkannya pendampingan PNPM MPd TA 2014 akan menimbulkan enam dampak, yaitu:
Pertama, akuntabilitas dan transparansi pertanggungjawaban uang negara yang diserahkan langsung kepada masyarakat desa dengan batas akhir Per April 2015,
Kedua, per Desember 2014 masih terdapat Rp 1 triliun lebih yang telah cair dari KPPN masih di rekening Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Kecamatan belum diserahkan kepada masyarakat desa.
Ketiga, masih ada 1/3 lebih pelaksanaan PNPM MPd yang belum diserahterimakan kepada masyarakat desa dalam Musyawarah Desa Serah Terima (MDST).
Keempat, terdapat 16 ribu fasilitator/konsultan di tingkat Kecamatan, Kabupaten dan Pusat per 1 Januari 2015 tidak mempunyai kewenangan lagi untuk fasilitasi kelanjutan penyelesaian pekerjaan PNPM MPd sehingga pelaksanaan PNPM MPd dalam kondisi status quo.
Kelima, pemutusan hubungan fasilitator/konsultan ternyata juga diikuti masa berakhirnya Satuan Kerja (Satker) PNPM MPd di tingkat Kabupaten, Provinsi dan Nasional. Akibatnya, program ini harus dikendalikan langsung oleh Bupati/Walikota.
Keenam, secara keseluruhan, dengan kevakuman pelaksanaan PNPM MPd berpotensi pertanggungjawaban keuangan negara program PNPM MPd akan mempunyai masalah hukum di kemudian hari (tidak dapat dipertanggungjawabkan).
Melihat permasalahan tersebut, Budiman mengharapkan dan menghimbau agar pemerintah melakukan tujuh hal, yaitu;
Pertama, Kementrian Dalam Negeri segera melakukan mobilisasi fasilitator/konsultan untuk menyelesaikan pekerjaan PNPM MPd sampai April 2015.
Kedua, membentuk Satuan Kerja (Satker) Kabupaten, Provinsi dan Pusat atau Tim Kerja penyelesaian PNPM MPd TA 2014 agar program tersebut dapat dijalankan sampai batas akhir yang telah ditentukan.
Ketiga, memastikan DIPA untuk kegiatan PNPM MPd TA 2015 di Kementrian Dalam Negeri dapat dipergunakan untuk memobilisai fasilitator/konsultan dan satker PNPM MPd.
Keempat, pada kondisi kevakuman/status quo PNPM MPd agar Bupati/Walikota agar melakukan pengendalian pelaksanaan PNPM MPd di lokasi tugasnya.
Kelima, penyelesaian kegiatan PNPM MPd TA 2014 juga perlu dirumuskan serta dipastikan adanya kebijakan dan strategi pelestarian dan pemanfaatan hasil kegiatan PNPM MPd di tingkat masyarakat desa.
Keenam, menkoordinasikan Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian Desa, PDT dan Transmigrasi agar kegiatan penyelesaian PNPM MPd TA 2014 juga menjadi bagian dari transformasi pendampingan persiapan perencanaan/ persipan pelaksanaan UU Desa di TA 2015.
Ketujuh, peningkatan kapasitas para fasilitator/konsultan eks PNPM dengan beberapa penyesuaian metode/cara kerjanya yang dibutuhkan untuk pendampingan pelaksanaan UU No 6/2014 tentang Desa.
Sumber : http://www.rmol.co/read/2015/01/05/185645/Budiman-Sudjatmiko-Kritik-Pemerintah-Terkait-Pemberhentian-Petugas-PNPM-Mandiri-
Minggu, 25 Januari 2015
MENTERI DESA GAGAL PAHAM DESA
Manakala proses perencanaan partisipatif
diinjeksi dengan program PNPM (program nasional pemberdayaan
masyarakat) menampakan hasil, mata setiap orang terbuka, bahwa orang
desa dapat merencanakan dan melaksanakan pembangunan menurut definisi
mereka sendiri. Mereka tidak membutuhkan pengarahan. Mereka tidak
membutuhkan proyek. Mereka tidak membutuhkan janji kosong politisi.
Orang desa hanya membutuhkan pendampingan untuk mengarahkan mereka
melakukan hal-hal yang benar dalam perencanaan. Proses perencanaan
partisipatif inilah yang disalinrupakan dalam UU Desa.
Masyarakat desa dibiarkan menentukan
nasib mereka sendiri melalui tiga tahap proses. Pertama, mendefinisi
diri. Kedua, mendefinisikan persoalan yang dihadapi. Ketiga, merumuskan
cara penyelesaian masalah dengan kemampuan diri. Penentuan nasib sendiri
desa disebut dengan otonomi desa.
Dalam otonomi desa, posisi negara adalah
mengakui (rekognisi). Negara mengakui bahwa desa adalah komunitas yang
ada sebelum negara ada, dan dengannya diberikan hak untuk menentukan
masa depan mereka sendiri (subsidiaritas).
Gagal Rancang Nawakerja
Tim yang bekerja di belakang Menteri
Desa nampaknya tidak pernah paham semangat dasar UU 6 Tahun 2014 tentang
desa. Manakala tim memberikan masukan kepada menteri melalui desain
program kerja yang disebut nawakerja (9 program kerja), terbaca disana
semangat negara melawan desa yang dikonstruksikan sendiri oleh negara
dalam UU tentang Desa. Undang-undang Desa mengusung semangat memberikan
kemandirian pada masyarakat desa. Tetapi Nawakerja melawan semangat itu
dengan merumuskan program yang memasung kemandirian desa.
Empat catatan penting dari gagal paham itu adalah: Pertama, rencana pembangunan ribuan pasar desa oleh kementerian desa,; Kedua, rencana pembangunan BUMDesa oleh kementerian; Ketiga, rencana pembangunan jaringan online pelayanan publik; Keempat, penyiapan implementasi penyaluran dana desa 1,4 milyar.
Tentang hal pertama, yaitu pembangunan
ribuan pasar desa, terbaca bahwa tim yang bekerja di belakang menteri
tidak paham apa yang dimaksud dengan pasar desa. Pasal 76 UU Nomor 6
Tahun 2014 menyebutkan bahwa pasar desa merupakan salah satu aset atau
kekayaan desa. Pengelolaan aset desa oleh desa diarahkan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Pasar desa sendiri bukanlah
sebuah bangunan fisik pasar. Pasar desa adalah sistem perdagangan yang
terjadi di desa.
Ketika orang-orang desa di Jawa
menentukan hari tertentu, misalnya hari Rabu Pon, sebagai hari pasaran,
maka pada setiap hari Rabu Pon, orang-orang berkumpul di suatu tempat
untuk melakukan aktivitas pertukaran barang dan jasa. Tempat
berkumpulnya orang-orang yang berdagang bisa di tepi sungai, bisa di
dalam perahu di atas sungai, bisa di tanah lapang, atau dimana saja.
Sistem kelembagaan itu yang disebut “Pasar Desa”.
Sejak semula, pemerintah telah
menginstruksikan pemerintah daerah Kabupaten dan Kota untuk tidak
mengambil sistem ini dari desa. Karena pada faktanya, ketika sistem ini
berjalan dan memberi keuntungan pada desa, segera pemerintah
kabupaten/kota mengambil alih sistem pasar desa menjadi pasar milik
pemerintah. Di tempat dimana aktivitas pasar berlangsung dibangun
bangunan pasar permanen. Selanjutnya, tiap orang yang datang untuk
berdagang diwajibkan membayar retribusi kepada pemerintah daerah.
Saat undang-undang desa mengembalikan
hak masyarakat desa atas aset seperti pasar desa, nawakerja kementerian
desa justru merampas hak itu dalam proyek pembangunan pasar desa.
Tentang hal kedua, revitalisasi BUMDesa.
BUMDesa adalah lembaga perekonomian desa yang dapat dikhayalkan serupa
BUMD. Ini adalah perusahan milik orang desa. BUMDesa tidak dibentuk
tiba-tiba. Ia harus dimulai dari embrio usaha masyarakat yang berkembang
bertahun-tahun. Usaha ini dikelola bersama dengan bagi hasil bersama.
Ketika masyarakat desa akan mengembangkan usaha ini, dan pemerintah desa
tergerak untuk membantu, maka dibentuk BUMDesa. Dalam BUMDesa terdapat
pemisahan antara modal asli masyarakat dan “modal pemerintah desa” yang
disalurkan melalui pos pengeluaran pembiayaan “penyertaan modal desa”
dari APBDesa.
Kepala desa tidak dapat serta merta
mengarahkan dana penyertaan modal dalam BUMDesa. Keputusan penyertaan
modal dari APBDesa kepada BUMDesa dilakukan dalam musyawarah desa.
Adalah hal biasa dalam musyawarah jika usulan kepala desa ditolak oleh
peserta musyawarah. Jika terjadi bahwa usulan kepala desa untuk
menyertakan modal disetujui, maka BUMDes mendapatkan dana penyertaan
modal. Penetapan penyertaan modal desa dilakukan melalui mekanisme
rancangan APBDesa. APBDesa sendiri diikat oleh Peraturan Desa.
Tiap tahun, kepala desa wajib
menyerahkan Peraturan Desa tentang Rancangan APBDesa kepada
Bupati/Walikota untuk dievaluasi. Jika Bupati/Walikota telah
mengevaluasi rancangan APBDesa maka pemerintah desa wajib memperbaiki
rancangan dimaksud dalam waktu 20 hari. Mekanisme ini berimplikasi pada
BUMDesa. BUMDesa dibentuk dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga yang pada proses akhirnya dikukuhkan dengan Peraturan Daerah.
Manakala program revitalisasi BUMDesa ditangani oleh orang Jakarta,
muncul pertanyaan sederhana: “apakah orang Jakarta tidak paham proses?”
Jangan Menabrak Aturan
Birokrasi berjalan di atas aturan.
Karena secara teoritis, birokrasi adalah organisasi yang menjalankan
sebagaian kekuasaan negara dalam bentuk urusan. Semua urusan ditentukan
dalam undang-undang. Dalam hal implementasi penyaluran dana desa,
kewenangan utama ada pada otoritas keuangan negara dalam hal ini
kementerian keuangan. Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 72 huruf b
dengan jelas menyebut bahwa apa yang disebut dengan dana desa 1,4 milyar
adalah dana yang berasal dari alokasi APBN. Pasal 1 angka 2 Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari
APBN menegaskan argumen itu. Tidak ada kementerian yang berhak atas
alokasi APBN selain kementerian keuangan.
Tiap tahun, pemerintah, menurut Pasal 3
PP 60 Tahun 2014, menetapkan dana desa dalam APBN. Dana itu ditransfer
melalui APBD untuk selanjutnya ditransfer ke desa. Tiap desa menerima
dana yang sebenarnya berbeda-beda jumlahnya menurut empat indikator.
Pertama, jumlah penduduk. Kedua, angka kemiskinan. Ketiga, luas wilayah.
Keempat, tingkat kesulitan geografis.
Ketika uang ditransfer ke dalam APBD,
maka jelas pengaturan uang bukan merupakan wewenang Menteri Desa tetapi
Menteri Dalam Negeri. Pernyataan implementasi uang ke desa dalam program
nawakerja kemudian menjadi absurd.
Terakhir, tentang pembangunan jaringan
pelayanan on-line di 3.500 desa. Jika bukan karena logika melawan
otonomi desa, program ini semata-mata upaya menjadikan desa sebagai
objek proyek. Pelayanan dasar orang desa hanya tiga. Pertama, kesehatan.
Kedua, pendidikan. Ketiga, infrastruktur. Ketiga jenis pelayanan itu
sudah dikerjakan dibawah standar pelayanan minimal (SPM) kementerian
kesehatan, kementerian pendidikan, dan kementerian PU. Tidak dibutuhkan
layanan online tersendiri untuk mengetahui jumlah penerima vaksin polio
di desa, jumlah anak usia sekolah di desa, atau jumlah panjang jalan di
desa.
Tugas pemerintah desa hanyalah membuka
akses yang seluas-luasnya bagi masyarakat desa untuk mendapatkan semua
jenis layanan itu. Kemampuan pemerintah desa dalam pembukaan akses
diukur melalui indeks pelayanan pemerintah yang cukup diatur dalam
regulasi. Tidak dibutuhkan jaringan online untuk memantau pelayanan
dasar masyarakat desa yang sebenarnya sudah ada.
Kepareng. Tabik.
sumber : Rooy Salamony
Rabu, 21 Januari 2015
Marwan Jafar : Kontrak Fasilitator PNPM Mandiri Pedesaan Bakal Diperpanjang
Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Marwan
Jafar merevisi pernyataan yang dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri
mengenai pemutusan kontrak 16 ribu fasilitator PNPM.
Jafar menjelaskan, Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) yang masih di Kementerian Dalam negeri belum melakukan koordinasi dengan dirinya. Oleh sebab itu terjadi kesalahpahaman. Menurutnya, apa yang dilakukan bukan pemecatan melainkan kontrak yang sudah habis per 31 Desember 2014.
Dengan habisnya kontrak tersebut, PNPM tidak sepenuhnya akan dihentikan dan dipecat. Dirinya berencana akan memperpanjang hingga bulan April 2015 guna mendamping para aparatur desa sehingga program desa bisa bekerja dengan baik.
"Masalah PNPM, sebenarnya Dirjen PMD (Kemendagri) tak berkoordinasi. Tapi memang PNPM itu kontraknya sudah habis per 31 Desember 2014. Saya cari solusi dan sesuai dengan Undang-Undang Desa bawah implementasinya harus disertai pedamping, karena itu kita akan memperpanjang sampai April nanti," ujar Marwan seperti ditulis Rabu (21/1/2015).
Meski akan memperpanjang, dirinya menegaskan akan menyeleksi PNPM dalam pendamping aparatur desa. Menurutnya yang produktif akan digunakan sedangkan yang sulit berkembang tidak akan digunakan lagi.
"Kami sudah evaluasi, yang produktif kami pakai, yang tidak, mohon maaf nanti ada penempatan baru, intinya itu saja," jelasnya.
Menurut politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu, para eks PNMP itu sudah sangat siap mengawal aparatur desa. Bahkan, klaimnya ada yang ingin menjadi relawan.
"Saya sudah ngobrol, ada eks PNMP bilan jadi relawan saja mau. Maka itu kami akan evaluasi dulu yang mana produktif dan yang mana tidak, tapi kami nanti dulu, menunggu," tuturnya.
Meski nanti kemungkinan besar tidak akan menggunakan istilah PNMP lagi. Menurutnya, selain untuk mendamping aparatur desa dalam pembangunan desa, ini juga untuk mengawasi dana desa yang akan segera di distribusikan.
"Untuk menyelamatkan dana supaya itu tidak diselewengkan dan sesuai harapan masyarakat desa, disitu butuh pedamping, butuh fasilitator," tandasnya.
Sumber : http://bisnis.liputan6.com
READ MORE - Marwan Jafar : Kontrak Fasilitator PNPM Mandiri Pedesaan Bakal Diperpanjang
Jafar menjelaskan, Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) yang masih di Kementerian Dalam negeri belum melakukan koordinasi dengan dirinya. Oleh sebab itu terjadi kesalahpahaman. Menurutnya, apa yang dilakukan bukan pemecatan melainkan kontrak yang sudah habis per 31 Desember 2014.
Dengan habisnya kontrak tersebut, PNPM tidak sepenuhnya akan dihentikan dan dipecat. Dirinya berencana akan memperpanjang hingga bulan April 2015 guna mendamping para aparatur desa sehingga program desa bisa bekerja dengan baik.
"Masalah PNPM, sebenarnya Dirjen PMD (Kemendagri) tak berkoordinasi. Tapi memang PNPM itu kontraknya sudah habis per 31 Desember 2014. Saya cari solusi dan sesuai dengan Undang-Undang Desa bawah implementasinya harus disertai pedamping, karena itu kita akan memperpanjang sampai April nanti," ujar Marwan seperti ditulis Rabu (21/1/2015).
Meski akan memperpanjang, dirinya menegaskan akan menyeleksi PNPM dalam pendamping aparatur desa. Menurutnya yang produktif akan digunakan sedangkan yang sulit berkembang tidak akan digunakan lagi.
"Kami sudah evaluasi, yang produktif kami pakai, yang tidak, mohon maaf nanti ada penempatan baru, intinya itu saja," jelasnya.
Menurut politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu, para eks PNMP itu sudah sangat siap mengawal aparatur desa. Bahkan, klaimnya ada yang ingin menjadi relawan.
"Saya sudah ngobrol, ada eks PNMP bilan jadi relawan saja mau. Maka itu kami akan evaluasi dulu yang mana produktif dan yang mana tidak, tapi kami nanti dulu, menunggu," tuturnya.
Meski nanti kemungkinan besar tidak akan menggunakan istilah PNMP lagi. Menurutnya, selain untuk mendamping aparatur desa dalam pembangunan desa, ini juga untuk mengawasi dana desa yang akan segera di distribusikan.
"Untuk menyelamatkan dana supaya itu tidak diselewengkan dan sesuai harapan masyarakat desa, disitu butuh pedamping, butuh fasilitator," tandasnya.
Sumber : http://bisnis.liputan6.com
Selasa, 20 Januari 2015
Tarmizi : Fasiltator PNPM Bisa Diperpanjang
Direktur Jenderal Pemberdayaan
Masyarakat dan Desa (PMD), Tarmizi A. Karim, mengatakan Kemendagri akan
melanjutkan pola pendampingan pembangunan desa seperti Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang telah berakhir akhir tahun 2014.
“Kemendagri mau pola PNPM itu berlanjut, kalau ada dananya ke depan. Kami juga mengarahkan untuk memberikan program pendampingan guna meningkatkan eksistensi rencana pembangunan desa. Di bawah koordinasi Menteri Dalam Negeri, kami melakukan sosialisasi di seluruh desa di Indonesia,” kata Tarmizi saat jumpa pers Agenda Prioritas Kemendagri Tahun 2015 dan 2016 di Jakarta, Selasa.
Pola pendampingan pembangunan desa dalam PNPM, lanjut Tarmizi, selama ini dinilai telah mencapai kemajuan yang signifikan di pemerintahan level bawah tersebut.
Selain itu, masih terdapat sisa anggaran sebesar Rp1,3 triliun di sedikitnya 54.000 desa yang belum tercapai saat PNPM tersebut dijalankan.
Oleh karena itu, Kemendagri berencana untuk melanjutkan pola PNPM dalam pembangunan desa dengan menggunakan dana desa yang di tahun 2015 sedikitnya memperoleh Rp550 juta per desa.
Rencana keberlanjutan pola PNPM itu juga telah dibahas antara Kemendagri dan Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) supaya pembangunan desa tidak berhenti di Kabinet Kerja pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
“Kemendagri dan Kemenko PMK telah merumuskan agar pendampingan terhadap daerah ini bisa berlanjut, apa pun nama programnya. Karena PNPM itu sudah mampu mentransfer filosofinya ke dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, sehingga nanti implementasi UU tersebut diharapkan menggunakan filosofi program PNPM itu,” jelas Tarmizi.
Dengan dilanjutkannya pola pembangunan desa tersebut, nantinya puluhan ribu fasilitator yang selama ini bekerja dalam PNPM akan diperpanjang kontraknya untuk meneruskan pelatihan bagi aparatur desa.
“Tenaga pendamping atau fasilitator itu masih ada 15 ribu lebih, dana pendampingan juga masih ada, sehingga kami merumukannya dengan pola pemberdayaan masyarakat seperti PNPM. Kontrak mereka yang habis per 31 Desember 2014 bisa diperpanjang lagi,” ujarnya.
Dana sebesar Rp 9,1 triliun tersebut kemudian akan dibagi-bagikan untuk sedikitnya 73.000 desa di Tanah Air, sehingga sedikitnya satu desa akan memperoleh sekira Rp 550 juta yang terdiri atas Rp 400 juta anggaran ADD dan Rp 150 juta dari 10 persen dana transfer daerah.
Di tahun pertama, yakni 2015, dana tersebut lebih dimanfaatkan untuk pemberian pelatihan pengelolaan keuangan bagi kepala desa sehingga diharapkan dapat mengelola dana tersebut dengan benar.
Sumber :Antara
READ MORE - Tarmizi : Fasiltator PNPM Bisa Diperpanjang
“Kemendagri mau pola PNPM itu berlanjut, kalau ada dananya ke depan. Kami juga mengarahkan untuk memberikan program pendampingan guna meningkatkan eksistensi rencana pembangunan desa. Di bawah koordinasi Menteri Dalam Negeri, kami melakukan sosialisasi di seluruh desa di Indonesia,” kata Tarmizi saat jumpa pers Agenda Prioritas Kemendagri Tahun 2015 dan 2016 di Jakarta, Selasa.
Pola pendampingan pembangunan desa dalam PNPM, lanjut Tarmizi, selama ini dinilai telah mencapai kemajuan yang signifikan di pemerintahan level bawah tersebut.
Selain itu, masih terdapat sisa anggaran sebesar Rp1,3 triliun di sedikitnya 54.000 desa yang belum tercapai saat PNPM tersebut dijalankan.
Oleh karena itu, Kemendagri berencana untuk melanjutkan pola PNPM dalam pembangunan desa dengan menggunakan dana desa yang di tahun 2015 sedikitnya memperoleh Rp550 juta per desa.
Rencana keberlanjutan pola PNPM itu juga telah dibahas antara Kemendagri dan Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) supaya pembangunan desa tidak berhenti di Kabinet Kerja pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
“Kemendagri dan Kemenko PMK telah merumuskan agar pendampingan terhadap daerah ini bisa berlanjut, apa pun nama programnya. Karena PNPM itu sudah mampu mentransfer filosofinya ke dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, sehingga nanti implementasi UU tersebut diharapkan menggunakan filosofi program PNPM itu,” jelas Tarmizi.
Dengan dilanjutkannya pola pembangunan desa tersebut, nantinya puluhan ribu fasilitator yang selama ini bekerja dalam PNPM akan diperpanjang kontraknya untuk meneruskan pelatihan bagi aparatur desa.
“Tenaga pendamping atau fasilitator itu masih ada 15 ribu lebih, dana pendampingan juga masih ada, sehingga kami merumukannya dengan pola pemberdayaan masyarakat seperti PNPM. Kontrak mereka yang habis per 31 Desember 2014 bisa diperpanjang lagi,” ujarnya.
Dana sebesar Rp 9,1 triliun tersebut kemudian akan dibagi-bagikan untuk sedikitnya 73.000 desa di Tanah Air, sehingga sedikitnya satu desa akan memperoleh sekira Rp 550 juta yang terdiri atas Rp 400 juta anggaran ADD dan Rp 150 juta dari 10 persen dana transfer daerah.
Di tahun pertama, yakni 2015, dana tersebut lebih dimanfaatkan untuk pemberian pelatihan pengelolaan keuangan bagi kepala desa sehingga diharapkan dapat mengelola dana tersebut dengan benar.
Sumber :Antara
Selasa, 06 Januari 2015
SaveDesa! Segera Tetapkan Satker PNPM-MPd Untuk Kawal Alih Kelola Asset PNPM Dan Transisi UU Desa 2015
Pencairan
puluhan triliun dana desa pada April 2015 hampir tanpa persiapan,
proses pelaksanaan PNPM-MPd yang menyisakan dana 1,3 Triliun di 54 ribu
desa juga berjalan tanpa pendampingan. Hal ini terjadi menyusul adanya
PHK massal atas 17 ribu Fasilitator per 31 Desember 2014 akibat belum
ditetapkannya Satker PNPM dan masih diblokirnya DIPA PNPM 2015.
Program implementasi UU Desa oleh Pemerintahan Jokowi seakan berjalan auto pilot. 74 ribu desa dibiarkan berjalan tanpa arah menyongsong dana desa yang luarbiasa besar. Bahkan PNPM sebagai program pemberdayaan terbaik yang ada di bumi pertiwi ini juga diakhiri tanpa persiapan alih kelola yang memadai atas asset2 program.
Mulai kepala desa, Bupati, Gubernur hingga DPR juga menyesalkan penghentian PNPM yang saat ini menjadi harapan satu-satunya dalam dalam menyiapkan desa menyongsong era UU Desa.
Disamping itu, berlarut-larutnya tarik ulur posisi Ditjen PMD antara Kemendagri dengan Kemendesa dan PDT, telah menjadikan kerja-kerja pendampingan desa dan transisi PNPM ke UU Desa tak terurus dan berakhir ditingkat wacana. Hal ini karena urusan desa telah dipotres hanya dari sudut pandang politik pragmatis semata. Akibatnya 17 ribu Fasilitator PNPM yang sedang mengawal proses alih kelola asset PNPM dan persiapan desa menghadapi UU Desa, secara tiba-tiba di PHK massal tanpa menimbang dampaknya.
Atas persoalan tersebut, kami menuntut:
Pertama: Kepala Bappenas agar secepatnya menetapkan Satker pengelola PNPM 2015.
Kedua: Menteri Keuangan agar secepatnya membuka blokir anggaran atas DIPA PNPM 2015 di Ditjen PMD.
Ketiga; Mendagri dan Menteri Desa harus secepatnya memutuskan Peraturan Menteri Bersama terkait transisi PNPM ke UU Desa dan alih kelola asset-asset PNPM dengan mengefektifkan Fasilitator PNPM.
Keempat; Presiden Jokowi agar segera menerbitkan Perpres Penataan organisasi kementerian dan lembaga pada tingkat eselon I sebagaimana ditegaskan dalam Perpres 165 Tahun 2014 Tentang Penataan Tugas Dan Fungsi Kabinet Kerja. Jangan mendiamkan tarik ulur urusan desa ini berlarut-larut dan mengorbankan kepentingan publik.
Ingat, salah satu agenda prioritas Nawacita Jokowi yang terus kami ingat adalah janji Jokowi untuk Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat desa dalam kerangka negara kesatuan. Menteri sebagai pembantu presiden harus harus melepaskan kepentingan politis dan selalu mendasarkan kebijakan sektoralnya pada implementasi prioritas program presiden itu. Salam dari desa!
Sumber : https://www.change.org
Program implementasi UU Desa oleh Pemerintahan Jokowi seakan berjalan auto pilot. 74 ribu desa dibiarkan berjalan tanpa arah menyongsong dana desa yang luarbiasa besar. Bahkan PNPM sebagai program pemberdayaan terbaik yang ada di bumi pertiwi ini juga diakhiri tanpa persiapan alih kelola yang memadai atas asset2 program.
Mulai kepala desa, Bupati, Gubernur hingga DPR juga menyesalkan penghentian PNPM yang saat ini menjadi harapan satu-satunya dalam dalam menyiapkan desa menyongsong era UU Desa.
Disamping itu, berlarut-larutnya tarik ulur posisi Ditjen PMD antara Kemendagri dengan Kemendesa dan PDT, telah menjadikan kerja-kerja pendampingan desa dan transisi PNPM ke UU Desa tak terurus dan berakhir ditingkat wacana. Hal ini karena urusan desa telah dipotres hanya dari sudut pandang politik pragmatis semata. Akibatnya 17 ribu Fasilitator PNPM yang sedang mengawal proses alih kelola asset PNPM dan persiapan desa menghadapi UU Desa, secara tiba-tiba di PHK massal tanpa menimbang dampaknya.
Atas persoalan tersebut, kami menuntut:
Pertama: Kepala Bappenas agar secepatnya menetapkan Satker pengelola PNPM 2015.
Kedua: Menteri Keuangan agar secepatnya membuka blokir anggaran atas DIPA PNPM 2015 di Ditjen PMD.
Ketiga; Mendagri dan Menteri Desa harus secepatnya memutuskan Peraturan Menteri Bersama terkait transisi PNPM ke UU Desa dan alih kelola asset-asset PNPM dengan mengefektifkan Fasilitator PNPM.
Keempat; Presiden Jokowi agar segera menerbitkan Perpres Penataan organisasi kementerian dan lembaga pada tingkat eselon I sebagaimana ditegaskan dalam Perpres 165 Tahun 2014 Tentang Penataan Tugas Dan Fungsi Kabinet Kerja. Jangan mendiamkan tarik ulur urusan desa ini berlarut-larut dan mengorbankan kepentingan publik.
Ingat, salah satu agenda prioritas Nawacita Jokowi yang terus kami ingat adalah janji Jokowi untuk Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat desa dalam kerangka negara kesatuan. Menteri sebagai pembantu presiden harus harus melepaskan kepentingan politis dan selalu mendasarkan kebijakan sektoralnya pada implementasi prioritas program presiden itu. Salam dari desa!
Sumber : https://www.change.org