DPR-RI dan Pemerintah Pusat telah mensyahkan Undang-Undang (UU) Desa No.6 tahun 2014 yangakan memberikan Desa alokasi dana untuk pembangunan. Berdasarkan UU Desa, pada 2015 atau 2016, setiap desa secara bertahap akan mulai menerima dana desa antara Rp. 700 juta – 1,3 Milyar. Dana desa disalurkan secara berkala dalam skala nasional.
Mengutip laman Setkab.go.id, UU Desa ini mengatur tentang mekanisme tata kelola penyelenggaraan pemerintahan desa termasuk didalamnya pembangunan Desa. Dari simulasi, sesuai pasal UU terkait sumber keuangan Desa, jumlah transfer dana tahunan untuk 73.440 Desa dapat mencapai Rp 104,6 Triliun. Angka tersebut lebih besar 10 kali lipat dari dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri selama tujuh tahun. Menurut data Kementerian dalam negeri tercatat dari 73.440 jumlah Desa di Indonesia, sekitar setengahnya merupakan dalam kategori Desa yang membutuhkan perhatian khusus, terutama pembangunan infrastruktur.
Tujuh tahun terakhir, pembangunan infrastruktur dasar permukiman desa dan kelurahan di bantu oleh pemerintah pusat melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri).
Sejak tahun 2007, PNPM Mandiri baik di cluster perkotaan (PNPM Mandiri Perkotaan) dan Cluster Perdesaan (PNPM Mandiri Pedesaan) telah membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan Infrastruktur dasar, bantuan ekonomi dan sosial. Namun, secara nasional program ini akan berakhir pada Desember 2014, seiring dengan berakhirnya masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Masyarakat desa banyak yang bertanya, apakah Program ini akan dilanjutkan oleh Presiden terpilih Jokowi?
Mengutip pernyataan Menko Kesra Agung Laksono di laman detik.com Minggu (13/7/2014), beliau meyakini program ini akan terus dijalankan oleh pemerintahan Joko Widodo.
"PNPM Mandiri ini memang program pemerintahan SBY, namun saya berkeyakinan program ini akan diteruskan oleh pemerintah yang akan datang, karena sudah dicantumkan dalam Undang-undang," Ujar Agung.
Jika PNPM Mandiri akan dilanjutkan, dimana peran PNPM Mandiri ketika UU Desa di Implementasikan? Ada dua pertanyaan yang sering diajukan masyarakat yakni :
Apakah dengan implementasi UU Desa, Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PNPM Mandiriakan dihilangkan?
Bagaimana peran Lembaga Organisasi Masyarakat Setempat (OMS) seperti Unit Pengelola Kegiatan (UPK) dan Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM) yang sudah lama eksis melalui PNPM Mandiri?
Dua pertanyaan kunci terkait keberlanjutan PNPM Mandiri akhirnya terjawab. Mengutip status Ketua Tim Pengendali PNPM Mandiri, Sujana Ro’yat, melalui akun media sosial Facebook, pada Selasa (08/07/2014). menurut Sujana Ro’yat, ada beberapa kebijakan masih menggunakan pola dan mekanisme PNPM Mandiri dalam masa transisi pelaksanaan UU Desa pada tahun 2015 - 2016.
Dengan pelaksanaan UU Desa secara bertahap mulai 1 Januari 2015, maka dana BLM PNPM Mandiri Perdesaan dan PNPM Mandiri Perkotaan yang diberikan ke Desa (bukan status kelurahan) akan masuk dalam Dana Desa (DD).
Dengan demikian, Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) atau sharing BLM APBD untuk PNPM Mandiri secara otomatis tidak berlaku lagi mulai tahun 2015, namun diganti dengan kewajiban Pemerintah Kabupaten menyediakan minimum 10 persen dana perimbangan yang diterima setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana 10 persen adalah sharing daerah ke dana Desa. Ini amanah UU No. 6 tahun 2014.
Menurut Sujana Ro’yat, Pemerintah daerah yang tidak bisa menyediakan sharing 10 persen dana perimbangan, bisa terkena sanksi dari pemerintah pusat dengan cara ditahannya dana transfer terlebih dahulu.
Persyaratan lainnya, dana Desa bisa dicairkan oleh pemerintahan desa dan masyarakat, jika Desa sudah memiliki Rancangan Program Jangka Menengah Desa atu RPJMdes. Ini merupakan aturan di UU Desa dan Peraturan Pemerintah (PP). Jika desa belum memiliki RPJMdes hasil musyawarah desa, maka dana desa tersebut tidak bisa dicairkan pemerintah pusat. Menurut catatan Dirjen Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD), Desa yang sudah punya RPJMdes baru sekitar 47 persen dari jumlah total 73.440 Desa di Indonesia.
“Lebih baik ikuti saja aturan baku yang ada di UU Desa, daerah jangan membuat aturan semaunya sendiri, kecuali UU Desa di rubah dan hal tersebut bukan hal yang mudah”. Ujar Sujana Ro’yat, mengutip statusnya di laman Facebook.
Lebih lanjut, Sujana Ro’yatmengungkapkan, mekanisme PNPM Mandiri masih akan digunakan dalam masa transisi pelaksanaan UU Desa pada tahun 2015-2016. Masih cukup waktu untuk melengkapi Desa yang beluk memiliki RPJMdes yang harus disusun seperti mekanisme di PNPM Mandiri, yakni melalui Musyawarah Desa (Musdes) atau rembug warga dengan keterwakilan semua golongan dan kalangan di desa.
Khusus PNPM Mandiri Perkotaan yang wilayah Kelurahan, tahun 2015 masih menggunakan pola dan mekanisme PNPM Mandiri Perkotaan yang sedang berjalan saat ini, yakni dengan menggunakan BLM. LKM tetap berfungsi menjalankan tugasnya sesuai dengan pedoman pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan. Wilayah dengan status adminisstratif kelurahan, tidak masuk dalam intervensi UU Desa. Untuk pemberdayaan masyarakat di wilayah Kelurahan akan dimasukkan dalam UU Pemda.
Mengapa Kelurahan tidak masuk dalam UU Desa? karena Kelurahan adalah bagian dari Pemerintah Kota/Kabupaten, jadi masuk dalam UU Pemda yang akan diputuskan di DPR. Namun, karena di PNPM Mandiri Perkotaan, terdapatjuga wilayah perdesaan, maka PNPM Mandiri Perkotaan yang dilaksanakan di wilayah Desa, pada tahun 2015 akan diberlakukan UU Desa dengan pola di atas. Sehingga pada tahun 2015, mekanisme PNPM Mandiri Perkotaan hanya berlaku di kelurahan saja.
Tantangan terberat dalam pelaksanaan UU Desa adalah menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, khususnya perangkat pemerintahan desa. Dengan alokasi dana yang cukup besar, perangkat desa diharapkan memiliki kemampuan yang cukup dalam mengelola dana desa. Untuk mengurangi adanya “Gap” kemampuan dalam mengelola anggaran dana desa, Sumberdaya PNPM Mandiri seperti UPK dan LKM dapat didayagunakan untuk membantu pemerintah desa dalam implementasi UU Desa.
Dalam penguatan tata kelola pemerintahan desa, Fasilitator Kecamatan dan Desa di PNPM Mandiri yang telah mendampingi masyarakat selama kurang lebih 10 tahun di Desa-desa, dapat juga berperan mendampingi desa dalam penerapan UU Desa.
Mari kita songsong implemetasi UU Desa dengan membangun komitmen bersama, agar pelaksanaanya tidak ada penyimpangan. Untuk itu butuh komitmen semua pihak agar pelaksanaan UU Desa bisa dijalankan dengan amanah, demi kesejahteraan rakyat Indonesia.
Oleh Muhammad Ridwan
Konsultan PNPM Mandiri Perkotaan di Provinsi Lampung
READ MORE - PNPM Mandiri dan Implementasi UU Desa
- Home
- Sekilas Info -
- Tentang PNPM --
- Profil Kabupaten
- Profil Kecamatan --
- Kecamatan Makale ---
- Kecamatan Makale Utara
- Kecamatan Makale Selatan
- Kecamatan Sangalla'
- Kecamatan Sangalla' Utara
- Kecamatan Sangalla' Selatan
- Kecamatan Mengkendek
- Kecamatan Gandasil
- Kecamatan Rantetayo
- Kecamatan Rembon
- Kecamatan Saluputti
- Kecamatan Malimbong Balepe'
- Kecamatan Bittuang
- Kecamatan Kurra
- Kecamatan Rano
- Kecamatan Masanda
- Kecamatan Bonggakaradeng
- Kecamatan Simbuang
- Kecamatan Mappak
- Profil UPK --
- Kecamatan Makale ---
- Kecamatan Makale Utara
- Kecamatan Makale Selatan
- Kecamatan Sangalla'
- Kecamatan Sangalla' Utara
- Kecamatan Sangalla' Selatan
- Kecamatan Mengkendek
- Kecamatan Gandasil
- Kecamatan Rantetayo
- Kecamatan Rembon
- Kecamatan Saluputti
- Kecamatan Malimbong Balepe'
- Kecamatan Bittuang
- Kecamatan Kurra
- Kecamatan Rano
- Kecamatan Masanda
- Kecamatan Bonggakaradeng
- Kecamatan Simbuang
- Kecamatan Mappak
- Struktur Fasilitator --
- Fasilitator Kabupaten ---
- Fasilitator Kecamatan --
- Kecamatan Makale ---
- Kecamatan Makale Utara
- Kecamatan Makale Selatan
- Kecamatan Sangalla'
- Kecamatan Sangalla' Utara
- Kecamatan Sangalla' Selatan
- Kecamatan Mengkendek
- Kecamatan Gandasil
- Kecamatan Rantetayo
- Kecamatan Rembon
- Kecamatan Saluputti
- Kecamatan Malimbong Balepe'
- Kecamatan Bittuang
- Kecamatan Kurra
- Kecamatan Rano
- Kecamatan Masanda
- Kecamatan Bonggakaradeng
- Kecamatan Simbuang
- Kecamatan Mappak
- Pustaka
- Laporan -
- Aplikasi
- Gallery
- Peta --
- Peta Kabupaten ---
- Peta Kecamatan --
- Kecamatan Makale ---
- Kecamatan Makale Utara
- Kecamatan Makale Selatan
- Kecamatan Sangalla'
- Kecamatan Sangalla' Utara
- Kecamatan Sangalla' Selatan
- Kecamatan Mengkendek
- Kecamatan Gandasil
- Kecamatan Rantetayo
- Kecamatan Rembon
- Kecamatan Saluputti
- Kecamatan Malimbong Balepe'
- Kecamatan Bittuang
- Kecamatan Kurra
- Kecamatan Rano
- Kecamatan Masanda
- Kecamatan Bonggakaradeng
- Kecamatan Simbuang
- Kecamatan Mappak
- Contact Us
Kamis, 09 Oktober 2014
Rabu, 08 Oktober 2014
DANA DESA DIKUCURKAN SECARA BERTAHAP
Sejak disahkannya UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa, masyarakat desa boleh jadi mendapat angin
segar. Kucuran dana yang dianggarkan dari APBN sebesar sebesar Rp1 miliar.
Praktiknya, kucuran dana dilakukan secara bertahap pada 2015 mendatang.
“Besaran alokasi anggaran yang diperuntukan langsung ke desa ditentukan 10 persen dari dan di luar dana transfer ke daerah secara bertahap,” ujar Menteri Keuangan M. Chatib Basri.
Merujuk pada ketentuan Pasal 72 UU Desa, pendapatan desa yang bersumber dari alokasi APBN, atau dana desa bersumber dari belanja pusat dengan mengefektifkan program yang berbasis desa secara merata dan berkeadilan. Tahun 2015, merupakan awal kali dikucurkan dana desa. Sekaligus sebagai tahun transisi dari era rezim pemerintahan Susilo Bambang Yudhono ke pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih hasil Pemilu 2014.
MenurutMenkeu, kucuran dana bertahap juga didasarkan dengan mempertimbangkan kemampuan APBN dan fiskal nasional. Tak hanya itu, pemerintah juga mempertimbangkan kesiapan kabupaten/kota dalam melakukan pembinaan, pengawasan, serta kesiapan desa dalam melaksanakan pembangunan desa.
Atas dasar itulah pemerintah berpandangan dana desa dialokasikan sebesar Rp9,1 triliun yang bersumber dari realokasi anggaran Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) di beberapa kementerian negara maupun lembaga. Dikatakan Chatib, pengalihan PNPM dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa selama ini program tersebut terbilang efektif meningkatkan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.
Menurutnya, dengan melibatkan masyarakat desa dalam proses perencanaan dan pelaksaan, serta didukung dengan pola pendampingan teknis pelaksanaan kegiatan dari kementerian maupun lembaga teknis terkait, pembangunan dapat terwujud. Selain itu, 2015 mendatang diperlukan dana pendukung pada kementerian negara maupun lembaga teknis untuk melakukan pendampingan kepada perangkan desa. Khususnya, dalam melakukan perencanaan, penganggaran program kegiatan, serta pengelolaan keuangan desa.
Dikatakan Chatib, selain menerima dana desa, juga mendapat alokasi dana yang bersumber dari APBD kabupaten/kota berupa bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah. Setidaknya, desa mendapat bagian sebesar 10 persen dari APBD. Selain itu, juga memperoleh bantuan keuangan dari APBD Provinsi dan APBD kabupaten/kota.
“Dapat kami sampaikan juga pendapatan desa bersumber dari pendapatan asli desa terdiri dari hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong dan lain-lain pendapatn asli desa. Kemudian, hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga dan pendapatan lain yang sah,” ujarnya.
Wakil Ketua DPR, Sohibul Iman mengamini berlakunya UU Desa 2015 mendatang. Apalagi dengan kucuran trasfer dana 10 persen ke daerah dilakukan secar bertahap. Ia berharap dengan adanya anggaran dana desa, pembangunan dapat merata. Tidak saja di pusat kota, pembangunan juga merata hingga ke pelosok desa. “Kita berharap desa menjadi pusat pembangunan,” ujarnya.
Mantan Wakil Ketua Pansus RUU Desa, Budiman Sudjatmiko mengatakan dalam RAPBN yang diajukan pemerintah hanya mengalokasi dana sebesar Rp9,1 triliun. Menurutnya, angka Rp9,1 triliun tersebut hanyalah 1,4 persen dari dan di luar dana transfer daerah. “Yang seharusnya jika mengacu pada besaran dana transfer daerah sebesar Rp649 triliun pada APBN 2014. Pemerintah pusat seharusnya berkewajiban mengalokasikan Rp64 triliun,” ujarnya.
Menurut Budiman, normatifnya kucuran dana sebesar 10 persen tersebut dapat dilakukan secara bertahap. Namun Meski begitu, kata anggota Komisi II DPR itu, pemerintah masih dapat mengoptimalkan hingga 5 persen dari dan di luar dana transfer daerah atau sekitar Rp32 triliun. “Kita semua berharap agar pemerintah tidak menyajikan angka-angka yang fantastis, tanpa penjelasan yang dapat dipahami oleh publik untuk menghindari bias ditengah-tengah masyarakat,” pungkas politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.
“Besaran alokasi anggaran yang diperuntukan langsung ke desa ditentukan 10 persen dari dan di luar dana transfer ke daerah secara bertahap,” ujar Menteri Keuangan M. Chatib Basri.
Merujuk pada ketentuan Pasal 72 UU Desa, pendapatan desa yang bersumber dari alokasi APBN, atau dana desa bersumber dari belanja pusat dengan mengefektifkan program yang berbasis desa secara merata dan berkeadilan. Tahun 2015, merupakan awal kali dikucurkan dana desa. Sekaligus sebagai tahun transisi dari era rezim pemerintahan Susilo Bambang Yudhono ke pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih hasil Pemilu 2014.
MenurutMenkeu, kucuran dana bertahap juga didasarkan dengan mempertimbangkan kemampuan APBN dan fiskal nasional. Tak hanya itu, pemerintah juga mempertimbangkan kesiapan kabupaten/kota dalam melakukan pembinaan, pengawasan, serta kesiapan desa dalam melaksanakan pembangunan desa.
Atas dasar itulah pemerintah berpandangan dana desa dialokasikan sebesar Rp9,1 triliun yang bersumber dari realokasi anggaran Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) di beberapa kementerian negara maupun lembaga. Dikatakan Chatib, pengalihan PNPM dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa selama ini program tersebut terbilang efektif meningkatkan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.
Menurutnya, dengan melibatkan masyarakat desa dalam proses perencanaan dan pelaksaan, serta didukung dengan pola pendampingan teknis pelaksanaan kegiatan dari kementerian maupun lembaga teknis terkait, pembangunan dapat terwujud. Selain itu, 2015 mendatang diperlukan dana pendukung pada kementerian negara maupun lembaga teknis untuk melakukan pendampingan kepada perangkan desa. Khususnya, dalam melakukan perencanaan, penganggaran program kegiatan, serta pengelolaan keuangan desa.
Dikatakan Chatib, selain menerima dana desa, juga mendapat alokasi dana yang bersumber dari APBD kabupaten/kota berupa bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah. Setidaknya, desa mendapat bagian sebesar 10 persen dari APBD. Selain itu, juga memperoleh bantuan keuangan dari APBD Provinsi dan APBD kabupaten/kota.
“Dapat kami sampaikan juga pendapatan desa bersumber dari pendapatan asli desa terdiri dari hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong dan lain-lain pendapatn asli desa. Kemudian, hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga dan pendapatan lain yang sah,” ujarnya.
Wakil Ketua DPR, Sohibul Iman mengamini berlakunya UU Desa 2015 mendatang. Apalagi dengan kucuran trasfer dana 10 persen ke daerah dilakukan secar bertahap. Ia berharap dengan adanya anggaran dana desa, pembangunan dapat merata. Tidak saja di pusat kota, pembangunan juga merata hingga ke pelosok desa. “Kita berharap desa menjadi pusat pembangunan,” ujarnya.
Mantan Wakil Ketua Pansus RUU Desa, Budiman Sudjatmiko mengatakan dalam RAPBN yang diajukan pemerintah hanya mengalokasi dana sebesar Rp9,1 triliun. Menurutnya, angka Rp9,1 triliun tersebut hanyalah 1,4 persen dari dan di luar dana transfer daerah. “Yang seharusnya jika mengacu pada besaran dana transfer daerah sebesar Rp649 triliun pada APBN 2014. Pemerintah pusat seharusnya berkewajiban mengalokasikan Rp64 triliun,” ujarnya.
Menurut Budiman, normatifnya kucuran dana sebesar 10 persen tersebut dapat dilakukan secara bertahap. Namun Meski begitu, kata anggota Komisi II DPR itu, pemerintah masih dapat mengoptimalkan hingga 5 persen dari dan di luar dana transfer daerah atau sekitar Rp32 triliun. “Kita semua berharap agar pemerintah tidak menyajikan angka-angka yang fantastis, tanpa penjelasan yang dapat dipahami oleh publik untuk menghindari bias ditengah-tengah masyarakat,” pungkas politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.
Rabu, 01 Oktober 2014
Akankah Pemerintah 2015 Pro PNPM?
Tahun 2014 merupakan akhir PNPM yang bagi
sebagian awam memang identik dengan SBY, karena memang di Palu tahun 2007
Presiden SBY mencanangkan program ini, meskipun sebelumnya sudah ada
PPK (Program Pengembangan Kecamatan) yang di pedesaan sedang yang di
perkotaan P2KP. setiap program tidak akan 100% berjalan sesuai yang
diharapkan, yang namanya plus minus selalu ada. Penilaian keberhasilan
sebuah program juga tidak lepas dari siapa yang menilai, subyektifitas
kadang lebih dominan dibandingkan obyektifitas.
Dalam sebuah kunjungan seorang pejabat menyampaikan bahwa dari sekian
Capres hanya ada seorang yang tidak terlihat komitmen dan concern nya
terhadap program ini. Jadi pada umumnya Capres 2015-2020 punya komitmen
dan concern terhadap program. Tentu tidak hanya Capresnya yang concern
harus juga didukung lembaga legislatifnya. Walaupun beliau yang di DPR
tingkat Kabupaten kadang sangat minus sekali pengetahuan tentang
Program. Pernah suatu saat penulis memfasilitasi Musrenbagdes yang
kebetulan waktu itu bersama salah satu anggota Dewan, eh beliaunya
bertanya,”yang disampaikan apa Mas?’ kontan saja penulis menyodorkan
materi petunjuk Musrenbangdes.
Kembali ke masa depan PNPM pasca 2014, kalau Program ini berhenti akan
banyak pengangguran baru yang saat ini sudah dekat dengan masyarakat,
akan juga muncul masalah buat anak fasilitator yang tidak mampu
melanjutkan studi karena orang tuanya tidak punya saving sewaktu masih
aktif sebagai fasilitator. ada lagi yang punya balita terlanjur
mengkonsumsi Susu Produk mahal sejenis yang di iklan TV, akankah diganti
dengan Tajin (air beras waktu menanak nasi). Fasilitator adalah aset
pemerintah siapapun yang jadi nanti. Fasilitatorlah yang mengawal
pembangunan bottom up, dan PNPM lah yang lebih mengajak masyarakat
terlibat dalam pembangunan mulai dari tahap Perencanaan Pelaksanaan dan
Pelestarian. TPK (Tim Pengelola Kegiatan ) adalah CV yang tanpa SIUJK,
TDP, dan keanggotaan asosiasi tapi mampu melaksanakan pembangunan di
Desa dengan mengandalkan BOP (biaya operasional pelaksanaan) sebesar 3%
dari Nilai Fisik. Dengan memberi kesempatan pada masyarakat untuk
melaksanakan sendiri berarti telah memberi kepercayaan sehingga semakin
yakin bahwa tanpa kontraktorpun mereka mampu.
Tulisan ini semoga membuka wawasan berfikir kita agar ikut mendukung
keberlanjutan PNPM baik yang perkotaan maupun Perdesaan. Selamat Datang
Pemimpin baru 2015, dukunglan keberlanjutan PNPM walaupun Fasilitatornya
ada yang tidak mendukungmu. Buanglah jauh-jauh ego parpolmu dan jangan
berfikir bahwa PNPM adalah made in Parpol tertentu. Bravo Pemimpin baru
pendukung PNPM.