Anggaran pengentasan kemiskinan di Sulsel naik 200 persen dari tahun 2010. Jika tahun lalu biaya pengentasan kemiskinan kurang lebih Rp300 miliar yang mengalir ke daerah ini dari total Rp80,1 triliun secara nasional, maka tahun ini naik menjadi sekira Rp500 miliar.
Secara nasional, peningkatan anggaran pengentasan kemiskinan hanya kurang lebih 6,25 persen saja. Yaitu naik sekira Rp5 triliun dari Rp80,1 menjadi Rp86,1 triliun.
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anny Ratnawaty di Jakarta, Minggu 9 Januari, mengatakan, tambahan dana pengentasan kemiskinan secara nasional tersebut dimaksudkan untuk menahan laju pertumbuhan kemiskinan akibat lonjakan harga pangan. Makanya, sebut Anny, pemerintah akan fokus pada program perlindungan sosial berbasis keluarga.
Untuk merealisasikan program tersebut, wamenkeu mengatakan akan menyempurnakan dan meningkatkan efektivitas pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.
"Program lainnya, dengan meningkatkan akses usaha mikro dan kecil kepada sumber daya produktif. Tahun ini, jumlah persentase penduduk miskin ditargetkan turun menjadi 11,5-12,5 persen," katanya.
Karena itu, dia meminta pemerintah daerah bisa memaksimalkan dana pengentasan kemiskinan secara tepat sasaran. Dengan demikian, sebut Anny, target penurunan angka kemiskinan tersebut, benar-benar dapat direalisasikan.
Namun, target tersebut terancam gagal terwujud karena lonjakan harga pangan. Dari enam skenario tentang pengaruh harga beras dan cabai, angka kemiskinan pada Maret 2011 dipastikan akan lebih tinggi dibandingkan Maret 2010 yang sudah 13,3 persen.
Dalam dokumen bahan retreat pangan pemerintah, disebutkan skenario terbaik adalah harga beras naik 7,1 persen dan cabai 37 persen. Dengan skenario itu, angka kemiskinan tetap naik menjadi 13,8 persen. Sedangkan dalam skenario terburuk, dengan harga beras meningkat 21,3 persen dan cabai 171 persen, lonjakan angka kemiskinan lebih besar lagi, yakni 14,5 persen.
Meski begitu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana masih optimistis bisa mencapai penurunan target angka kemiskinan. "Dengan strategi yang tepat dan tambahan anggaran yang ada, target 11,5-12,5 persen bisa didapat," ujarnya.
Sambut Positif
Kenaikan anggaran pengentasan kemiskinan yang mencapai 200 persen dibanding tahun lalu, mendapat respons positif Kepala Dinas Sosial Sulsel, Suwandi Mahendra. Sebab, sangat membantu dalam upaya mengurangi angka kemiskinan di daerah ini.
Meskipun setiap tahun Pemprov Sulsel, berupaya menurunkan angka kemiskinan semaksimal mungkin, namun kata Suwandi, hingga kini masih ada 931.000 jiwa atau 11,6 persen masyarakat miskin. Oleh karena itu, lanjutnya, peningkatan anggaran kemiskinan adalah hal yang wajar dan bahkan sangat dibutuhkan.
"Untuk program ke depan, ada peningkatan pemberdayaan masyarakat miskin dalam bentuk usaha ekonomi produktif. Juga pembinaan keluarga dengan harapan, mereka (warga miskin, red) dapat melepaskan dirinya dari belenggu kemiskinan itu," terang Suwandi.
Mengenai anggaran khusus pengentasan kemiskinan 2010 lalu, Suwandi mengaku tidak tahu pasti. Alasannya, penanganan kemiskinan melalui lintas sektor atau melibatkan beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
"Namun, khusus di Dinas Sosial itu tahun lalu hanya kebagian anggaran sebesar Rp7,5 miliar. Dana tersebut sudah termasuk untuk alokasi penanganan penyandang masalah sosial lainnya," sebut Suwandi.
Program Vs Proyek
Adanya penambahan anggaran pengentasan kemiskinan tahun ini yang besarannya mencapai 200 persen, mendapat tanggapan dari aktivis pemerhati kemiskinan di daerah ini. Salah satunya Ketua Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) Sulsel, Wahida.
Menurut Wahida, besarnya anggaran pengentasan kemiskinan itu akan mencapai hasil yang maksimal jika programnya bagus. Selama ini, kata dia, banyak program pengentasan kemiskinan yang justru menjadi proyek.
"Bukan dalam makna yang sejati meminjam istilah entah siapa 'Jangan memberi ikan, tapi harusnya kail'. Selama ini, program yang paling banyak kami soroti adalah kesehatan, pendidikan, dan program ekonomi kerakyatan," papar Wahida.
Untuk kesehatan saja, kata Wahida, masih banyak masalah dan akan makin bermasalah dengan program baru Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Lalu pendidikan di Sulsel, masyarakat bingung mencari sekolah gratis dalam makna sejati tanpa ada pungutan apapun.
"Hampir semua sekolah di daerah ini masih ditemukan bisnis jual buku dan baju. Walau sudah ada edaran Dinas Pendidikan pelarangan soal hal itu, tetap saja terjadi. "Padahal kan sudah ada dana BOS. Seharusnya dana ini bisa diperuntukkan untuk pembelian buku," kritik Wahida.
Strategi Berbeda
Secara terpisah, Koordinator Forum Informasi Komunikasi (FIK) Ornop Sulsel, Khudri Arsyad menyatakan, kompleksitas kemiskinan memerlukan pendekatan komprehensif dan holistik. Dengan adanya peningkatan anggaran untuk merespons realitas kemiskinan itu, memang sangat penting artinya.
Akan tetapi, kata Khudri, menjadi tidak efektif jika substansi masalah kemiskinan masyarakat saat ini tidak dipahami dan orang miskin tidak dilibatkan dalam merumuskan pemanfaatan dan peruntukan anggaran tersebut. Apalagi, lanjutnya, tantangan yang dihadapi dalam penanganan masalah kemiskinan di Sulsel lantaran belum adanya konsep yang jelas, begitupun sasarannya.
"Demikian pula sinergitas kabupaten/kota juga belum jelas sampai saat ini. Sementara, kabupaten/kota perlu mendapat dukungan anggaran dan kebijakan karena sudah ada beberapa daerah yang sudah punya dokumentasi pengentasan kemiskinan, yang dirumuskan Tim Koodinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD)," papar Khudri.
Pengamat kebijakan publik ini menambahkan, anggaran pengentasan kemiskinan bisa lebih efektif jika setiap kabupaten/kota mempunyai strategi berdasarkan konteks kemiskinan lokal. "Karena masalah kemiskinan masyarakat di daerah pesisir, perkotaaan, dan pegunungan, tentu tidak sama. Baik secara sosial, ekonomi, dan aspek lainnya," kata Khudri.
Karena itu, dia meminta pemerintah daerah bisa memaksimalkan dana pengentasan kemiskinan secara tepat sasaran. Dengan demikian, sebut Anny, target penurunan angka kemiskinan tersebut, benar-benar dapat direalisasikan.
Namun, target tersebut terancam gagal terwujud karena lonjakan harga pangan. Dari enam skenario tentang pengaruh harga beras dan cabai, angka kemiskinan pada Maret 2011 dipastikan akan lebih tinggi dibandingkan Maret 2010 yang sudah 13,3 persen.
Dalam dokumen bahan retreat pangan pemerintah, disebutkan skenario terbaik adalah harga beras naik 7,1 persen dan cabai 37 persen. Dengan skenario itu, angka kemiskinan tetap naik menjadi 13,8 persen. Sedangkan dalam skenario terburuk, dengan harga beras meningkat 21,3 persen dan cabai 171 persen, lonjakan angka kemiskinan lebih besar lagi, yakni 14,5 persen.
Meski begitu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana masih optimistis bisa mencapai penurunan target angka kemiskinan. "Dengan strategi yang tepat dan tambahan anggaran yang ada, target 11,5-12,5 persen bisa didapat," ujarnya.
Sambut Positif
Kenaikan anggaran pengentasan kemiskinan yang mencapai 200 persen dibanding tahun lalu, mendapat respons positif Kepala Dinas Sosial Sulsel, Suwandi Mahendra. Sebab, sangat membantu dalam upaya mengurangi angka kemiskinan di daerah ini.
Meskipun setiap tahun Pemprov Sulsel, berupaya menurunkan angka kemiskinan semaksimal mungkin, namun kata Suwandi, hingga kini masih ada 931.000 jiwa atau 11,6 persen masyarakat miskin. Oleh karena itu, lanjutnya, peningkatan anggaran kemiskinan adalah hal yang wajar dan bahkan sangat dibutuhkan.
"Untuk program ke depan, ada peningkatan pemberdayaan masyarakat miskin dalam bentuk usaha ekonomi produktif. Juga pembinaan keluarga dengan harapan, mereka (warga miskin, red) dapat melepaskan dirinya dari belenggu kemiskinan itu," terang Suwandi.
Mengenai anggaran khusus pengentasan kemiskinan 2010 lalu, Suwandi mengaku tidak tahu pasti. Alasannya, penanganan kemiskinan melalui lintas sektor atau melibatkan beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
"Namun, khusus di Dinas Sosial itu tahun lalu hanya kebagian anggaran sebesar Rp7,5 miliar. Dana tersebut sudah termasuk untuk alokasi penanganan penyandang masalah sosial lainnya," sebut Suwandi.
Program Vs Proyek
Adanya penambahan anggaran pengentasan kemiskinan tahun ini yang besarannya mencapai 200 persen, mendapat tanggapan dari aktivis pemerhati kemiskinan di daerah ini. Salah satunya Ketua Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) Sulsel, Wahida.
Menurut Wahida, besarnya anggaran pengentasan kemiskinan itu akan mencapai hasil yang maksimal jika programnya bagus. Selama ini, kata dia, banyak program pengentasan kemiskinan yang justru menjadi proyek.
"Bukan dalam makna yang sejati meminjam istilah entah siapa 'Jangan memberi ikan, tapi harusnya kail'. Selama ini, program yang paling banyak kami soroti adalah kesehatan, pendidikan, dan program ekonomi kerakyatan," papar Wahida.
Untuk kesehatan saja, kata Wahida, masih banyak masalah dan akan makin bermasalah dengan program baru Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Lalu pendidikan di Sulsel, masyarakat bingung mencari sekolah gratis dalam makna sejati tanpa ada pungutan apapun.
"Hampir semua sekolah di daerah ini masih ditemukan bisnis jual buku dan baju. Walau sudah ada edaran Dinas Pendidikan pelarangan soal hal itu, tetap saja terjadi. "Padahal kan sudah ada dana BOS. Seharusnya dana ini bisa diperuntukkan untuk pembelian buku," kritik Wahida.
Strategi Berbeda
Secara terpisah, Koordinator Forum Informasi Komunikasi (FIK) Ornop Sulsel, Khudri Arsyad menyatakan, kompleksitas kemiskinan memerlukan pendekatan komprehensif dan holistik. Dengan adanya peningkatan anggaran untuk merespons realitas kemiskinan itu, memang sangat penting artinya.
Akan tetapi, kata Khudri, menjadi tidak efektif jika substansi masalah kemiskinan masyarakat saat ini tidak dipahami dan orang miskin tidak dilibatkan dalam merumuskan pemanfaatan dan peruntukan anggaran tersebut. Apalagi, lanjutnya, tantangan yang dihadapi dalam penanganan masalah kemiskinan di Sulsel lantaran belum adanya konsep yang jelas, begitupun sasarannya.
"Demikian pula sinergitas kabupaten/kota juga belum jelas sampai saat ini. Sementara, kabupaten/kota perlu mendapat dukungan anggaran dan kebijakan karena sudah ada beberapa daerah yang sudah punya dokumentasi pengentasan kemiskinan, yang dirumuskan Tim Koodinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD)," papar Khudri.
Pengamat kebijakan publik ini menambahkan, anggaran pengentasan kemiskinan bisa lebih efektif jika setiap kabupaten/kota mempunyai strategi berdasarkan konteks kemiskinan lokal. "Karena masalah kemiskinan masyarakat di daerah pesisir, perkotaaan, dan pegunungan, tentu tidak sama. Baik secara sosial, ekonomi, dan aspek lainnya," kata Khudri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Tuliskan Komentar anda di sini......!!!!!!