Rapat Koordinasi PNPM Kec. Makale - Kab. Tana Toraja |
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat memang meningkat. Akan tetapi masyarakat termiskin seringkali bukanlah kalangan yang dominan dalam menghadiri pertemuan, baik di dusun, desa ataupun kecamatan. Meskipun orang miskin/termiskin sudah diberi kesempatan untuk ikut menghadiri rapat, seringkali yang hadir hanya sedikit. Begitu pula dalam hal pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian program. Mayoritas yang terlibat aktif adalah kalangan yang berada di atas miskin (rawan miskin, menengah dan kaya), dan kalangan elit pemerintahan desa. Seringkali orang di desa semua mengaku miskin dan merasa berhak atas dana dan program.
Pengelolaan pembangunan partisipatif pada program memang berjalan baik. hanya saja sejak 1998 – 2009 pengelolaan itu hanya terjadi pada program PNPM. Sejak diberlakukannya integrasi antara program dan pemerintahan di desa sejak 2010, barulah pemerintah desa merencanakan program secara partisipatif di semua jenis kegiatan desa dalam musyawarah rencana pembangunan desa (musrenbangdes).
Peningkatan kualitas dan kuantitas sarana prasarana sosial dasar dan ekonomi masyarakat merupakan misi yang berjalan dengan dukungan penuh semua kalangan. Kegiatan ini dinilai memberikan dampak yang luas sehingga menjadi kegiatan yang lebih prioritas dibandingkan kegiatan peningkatan kapasitas dalam pembangunan ekonomi keluarga yang lebih riil. Jika penyediaan infrastruktur jalan dan jembatan dianggap cukup, masyarakat memilih kegiatan pembangunan sarana pendidikan dan kesehatan.
Umumnya setelah kegiatan-kegiatan pembangunan tersebut dianggap cukup, maka yang terakhir timbul adalah usulan yang berkaitan dengan pembangunan kapasitas seperti pelatihan usaha mikro. Padahal prinsip program adalah bertumpu pada pembangunan manusia (walaupun bisa saja membela diri dengan mengatakan setiap kegiatan program sudah melaksanakan prinsip pembangunan manusia).
Pengembangan kerjasama antar desa dilaksanakan oleh Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD). Hanya saja fungsi dan peran pengurusnya seringkali tidak sestrategis posisinya. Kerjasama antar desa seharusnya bisa didorong untuk bisa memajukan kecamatannya, bukan mengutamakan egoisme memajukan desa masing-masing tanpa memperhatikan desa yang sesungguhnya lebih layak mendapatkannya (baca: lebih miskin). Yang juga tidak kalah pentingnya adalah BKAD bisa mengarahkan unit pengelola kegiatan (UPK), badan pemeriksa UPK, dan tim verifikasi yang diberikan mandat dalam operasional program. Arah program bisa menuju pemberdayaan masyarakat yang lebih baik dari waktu ke waktu, mengembangkan ekonomi dan wilayah dengan strategi pembangunan yang terarah, sesuai dengan persyaratan pengurus BKAD.
Pengembangan kerjasama antar pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan mustinya bisa dilakukan pada tataran minimal di tingkat kabupaten/kota. Setiap satuan kerja pemerintah daerah bisa melakukan kerjasama dengan pihak-pihak luar. Belum banyak pemerintah daerah melakukannya dengan serius.
Melembagakan pengelolaan dana bergulir merupakan tujuan program yang bisa berjalan terus meskipun kecamatan bersangkutan sudah tidak lagi didanai program (pass-out). Pelaku program di tahun-tahun awal pelaksanaan PNPM menggelontorkan dana program untuk usaha mikro dan kecil (dana Simpan Pinjam Perempuan/SPP) cenderung kepada usaha yang sudah berjalan. Padahal masyarakat tahu bahwa pemilik usaha tersebut bukanlah dari kalangan miskin dan termiskin di desanya. Kecenderungan ini dilakukan dengan alasan pengamanan dana dan pemanfaat dananya dianggap bukan hak eksklusif orang miskin. Pelaku program perlu terus berupaya memperbaiki proses pemberdayaan agar pengurangan kemiskinan bisa lebih sukses.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Tuliskan Komentar anda di sini......!!!!!!